Bagikan artikel ini :

Lost and Found: Searching For The Lost

Perumpamaan anak yang hilang adalah salah satu perumpamaan paling terkenal dari Tuhan Yesus. Pada umumnya ada dua tokoh yang menjadi sorotan bagi banyak pengkhotbah dalam teks ini. Pertama adalah si anak bungsu, anak bungsu dalam kisah ini menggambarkan para pendosa yang meninggalkan Allah demi kenikmatan dunia. Dalam perumpamaan ini anak bungsu digambarkan dengan begitu kurang ajar meminta hak warisnya saat ayahnya masih hidup yang dalam pemahaman budaya zaman itu merupakan perbuatan yang sudah amat keterlaluan karena secara simbolik akan bungsu ini tidak lagi mempedulikan bapanya yang masih hidup. Demikian pula pada kenyataanya, banyak hari ini mereka yang terhilang dalam dosa tidak lagi mengindahkan akan Allah, bahkan menantang Allah secara terang-terangan baik melalui perkataan dan perbuatan mereka. Dengan kesombongan mereka mengatakan tidak ada Allah, Allah hanyalah fantasi manusia, sekalipun kehidupan dan semua milik mereka yang saat ini mereka nikmati nyatanya dari Allah.

Sekalipun dengan arogan mereka menentang Allah namun di sisi yang lain, sebagaimana yang digambarkan dalam perumpamaan ini, Allah yang digambarkan sebagai sang bapa, tidak marah, atau bahkan membenci anaknya yang sudah begitu kurang ajar, bahkan terlebih dari itu, sudah menghabiskan seluruh harta warisnya dengan berfoya-foya. Bapa itu ternyata menantikan anaknya untuk kembali pulang. Bahkan melampaui ekspektasi banyak orang sang bapa malah memeluk, mencium, dan memulihkan martabat sang anak yang kurangajar itu. Apa yang dilakukan bapa ini sekali lagi menjadi cerminan siapa Allah yang menanti pertobatan dari manusia berdosa dan menantinya kembali kepada-Nya. Setiap mereka yang kembali diterima dengan kasih dan sukacita mendalam sang Bapa, dan Ia akan memulihkan setiap mereka yang berbalik kepada-Nya, bahkan Ia mengangkat kita manusia hina yang sudah berdosa ini sebagai anak-anak-Nya menjadi pewaris dari Kerajaan Sorga.

Akan tetapi perumpamaan ini tidak sampai di sana. Sesungguhnya ada tokoh ketiga dari kisah ini, yakni anak sulung, dan pada tokoh ketiga ini kita menyaksikan sebuah ironi. Ternyata sang bapa tidak hanya kehilangan seorang anak, melainkan dua. Yang satu hilang baik fisik maupun hatinya, yang satu hanya nampak secara fisik namun hatinya jauh daripada bapanya. Tokoh ketiga merupakan gambaran dari orang farisi dan ahli taurat serta orang-orang Yahudi lain yang nampaknya rajin beribadah namun alih-alih bersuka atas jiwa yang dimenangkannya Yesus melalui pelayanan-Nya kepada orang berdosa, malah menjadi merasa risih melihat Yesus menyapa bahkan dekat dengan para pendosa. Mereka yang secara fisik nampaknya dekat Allah dengan rajin beribadah dan taat menjalankan segala perintah Allah, namun pada hatinya amat jauh bahkan tidak mengenal siapa Bapa mereka dan kerinduan-Nya yang paling mendalam.

Sebagai orang percaya, interaksi antar ketiga tokoh ini menjadi sarana kita berefleksi, mengingat bahwa pada mulanya setiap kita adalah anak bungsu, melarikan diri dari rumah Bapa terhilang dalam dunia, namun dikasihi kembali dan dipulihkan oleh kasih Bapa, kini ada dalam rumah bersama dengan-Nya. Akan tetapi seiring berjalan waktu jangan sampai kita lupa diri bahkan menjauh dari kasih Bapa, sehingga kita tidak lagi mengenal dan mengerti kerinduan hati sang Bapa yang senantiasa mencari dan menanti anak-anak-Nya yang terhilang untuk kembali. **DK