Pentingnya Sebuah Keyakinan
Salah satu tokoh reformasi gereja abad 16 yang sangat dikenal yaitu Martin Luther. Di dalam perjalanan hidupnya pernah mempertanyakan tentang apakah perbuatan baik manusia akan membawa manusia masuk ke dalam sorga dan menerima pembenaran Allah? Pertanyaan ini terus membekas dan membuatnya memikirkan lebih dalam tentang pembenaran Allah dalam hidupnya seperti apa. Dalam menjalani hidupnya, ada ketidakyakinan tentang bagaimana menjalani hidup di dalam Kristus dan tentu ini menjadi sebuah dasar alasan untuk ia mencari dan menggali lebih dalam dan menemukan jawaban atas ketidakyakinannya. Pada akhirnya, Martin Luther dengan keyakinannya menyatakan bahwa “semua hanya anugerah” Tuhan dalam kehidupannya dan bahkan ketika ia bisa meyakini Tuhan di dalam Yesus Kristus itu pun bukan karena kepintaran dan kepandaiannya, melainkan hanya anugerah Tuhan semata dalam hidupnya.
Dalam menjalani kehidupan kita, bukankah sangat diperlukan sebuah keyakinan. Keyakinan itu akan membawa kita untuk terus mempercayai apa yang kita yakini. Lebih dalam lagi tentu kita bertanya, mengapa keyakinan dalam hidup itu penting? Pertama, keyakinan itu akan memberikan kekuatan untuk terus yakin dan menjadi sebuah penuntun arah yang jelas di saat kita mengalami banyak hal dalam kehidupan kita baik hal yang kita kehendaki terjadi maupun hal yang tidak kita kehendaki terjadi. Kedua, keyakinan itu membawa kita menjalani hidup yang terarah dan mempunyai makna, karena kita hidup dengan menjalani keyakinan yang kita yakini itu. Keyakinan yang kita yakini itu akan menjadi pegangan untuk menjalani hidup ini. Keyakinan akan membentuk cara memandang semua hal dan bahkan Tuhan di dalam kehidupan ini. Keyakinan juga akan mempengaruhi cara berelasi dengan orang lain. Keyakinan akan mempengaruhi cara memandang dunia di sekitar yang akan dipengaruhi oleh keyakinan kita. Lebih dalam lagi kita dapat menemukan bahwa, keyakinan bukanlah hanya sekadar percaya terhadap sesuatu, namun juga sesuatu yang kita yakini itu perlu diselidiki dan dibuktikan, apakah keyakinan kita itu benar dan tidak mengandung unsur kesalahan. Betapa berbahayanya jika keyakinan itu mengandung kesalahan yang akhirnya membuat kita meyakini sesuatu yang kosong dan tidak berarti di dalam kehidupan kita.
Keyakinan yang Teguh sebagai Landasan Hidup
Sesuatu yang kita yakini itu harus diyakini dengan teguh dalam hidup ini. Ketika yang kita yakini tidak benar-benar diyakini, maka sangat mudah kita diombang-ambingkan oleh banyak hal dan membuat kita tidak terarah dalam menjalani hidup ini. Keteguhan dalam keyakinan kita itu akan membawa kita berani menjalani hidup. Sama seperti Paulus di dalam suratnya kepada jemaat di Roma menyatakan bahwa ia tidak pernah “malu” terhadap keyakinannya di dalam Injil (Roma 1:16-17). Malu di sini tentu saja mencakup perasaan seseorang (secara psikologis) yang tidak berani menyatakan keyakinannya, mungkin karena Injil itu terkesan abstrak, sederhana, tidak menarik, bahkan aneh menurut pandangan orang-orang pada waktu itu. Di telinga orang-orang Yahudi pada waktu itu, keyakinan Paulus akan Injil dianggap sebagai batu sandungan, sedangkan di telinga orang-orang yang non-Yahudi merupakan sebuah kebodohan. Lebih dalam lagi, kita melihat konsep “malu” juga harus dipahami secara sosial antar sesama manusia pada waktu itu, jika kita melihat dalam konteks budaya Mediterania kuno yang menekankan rasa hormat dan rasa malu, maka Paulus hendak menyatakan bahwa apa yang ia yakini di dalam Injil merupakan sesuatu yang sangat ia yakini bahkan walaupun ia harus mengalami penolakan, penghinaan dan penganiayaan akibat keyakinannya itu.
Bagi Paulus, memberitakan keyakinannya terhadap Injil di kota Roma pada waktu itu merupakan sebuah tantangan yang sangat besar. Ia belum pernah masuk ke dalam kota itu dan sebagai ibukota kekaisaran Romawi pada waktu itu, pasti banyak sekali orang-orang yang pintar, kaya, dan berpengaruh di sana, dengan keyakinan yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupan masing-masing. Di dalam konteks seperti itu, Paulus tetap dengan keyakinan penuh menyatakan bahwa ia tidak pernah malu meyakini apa yang diyakininya yaitu Injil yang akan terus ia beritakan kepada siapapun bahkan kepada orang-orang dengan segala konteks hidup masing-masing yang ada di kota Roma pada waktu itu.
Keyakinan yang Teguh di dalam Injil
Keyakinan Paulus akan Injil bukanlah sesuatu yang tidak bisa dibuktikan. Paulus justru mempunyai dasar alasan yang sangat kuat yaitu ia meyakini bahwa Injil itu adalah kekuatan Allah, kekuatan untuk menyelamatkan. Keyakinannya akan Injil bukanlah hanya sebuah informasi ataupun inspirasi, melainkan sebuah transformasi dalam hidup. Keyakinan yang ia percayai dalam Injil akan membawa ia melihat dan merasakan bahwa Injil itu sendiri yang akan mengubah, menuntun, menguatkan, memberikan arah dalam hidupnya di tengah dunia yang akan senantiasa berubah dan menjauh dari Allah sebagai pusat hidup manusia.
Sebagai pengikut Kristus, apakah kita sudah memiliki keyakinan yang teguh di dalam Injil? Keyakinan kepada Injil bukan sekadar sifat pribadi, melainkan kebutuhan rohani. Keyakinan akan Injil membekali kita untuk menghadapi kesulitan dan pertentangan yang kita hadapi dalam menjalani keyakinan kita. Membangun dan memelihara keyakinan ini untuk menghadapi tantangan hidup yang berkomitmen kepada Injil dan memastikan kita dapat berdiri teguh apapun yang dihadapi. Dengan iman, kita percaya bahwa Allah selalu memegang kontrol akan segalanya dalam hidup kita dan Dia selalu bekerja berdasarkan kasih karunia-Nya dalam merencanakan seluruh kehidupan kita. Di dalam segala ketidakpastian yang dapat terjadi dalam hidup ini, “faith is not belief that God will do what you want. It is the belief that God will do what is right” (keyakinan bukan mempercayai Tuhan akan melakukan apa yang sesuai kehendak kita, melainkan mempercayai bahwa Tuhan tidak akan pernah salah merencanakan rancangan-Nya dalam hidupku). Bahwa di dalam hidup yang selalu berubah-ubah, Ia adalah Allah yang tidak akan berubah dari dulu sampai selama-lamanya dan inilah yang akan membuat kita “unshaken” (tidak tergoncang atau terombang-ambing) di dalam menjalani kehidupan kita sebagai orang-orang yang disebut sebagai pengikut Kristus. ** HH
