Kuat di Dalam Tuhan
“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya” (Ef. 6:10). Kalimat yang dipakai oleh Rasul Paulus pada waktu ia akan menutup suratnya kepada jemaat di Efesus. Apa artinya dan mengapa ia memberikan dorongan seperti ini?
Pertama, apa artinya kuat di dalam Tuhan? Kata yang diterjemahkan “kuat” di sini dalam bentuk pasif yang berarti “menjadi (lebih) mampu atau sanggup.” Menjadi kuat di dalam Tuhan tidak berarti membangun kekuatan sendiri. Orang-orang percaya tidak dapat menguatkan diri mereka sendiri di dalam Tuhan, sebaliknya mereka harus diberdayakan atau dikuatkan.
Kemudian dilanjutkan dengan frasa, “di dalam Tuhan”, hanya ketika hidup kita diposisikan di dalam Tuhan, dalam persatuan dengan-Nya, kita memiliki kekuatan (di dalam hal ini, kekuatan yang tepat untuk mengalahkan musuh). Yesus berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yoh. 15:4-5). Kekuatan orang percaya berasal di dalam Yesus. Di luar Dia, kita tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi di dalam Kristus kita memiliki semua kekuatan dari kuasa-Nya.
Kedua, partisipasi dalam peperangan rohani. Rasul Paulus mengajar jemaat di Efesus tentang panggilan Tuhan di dalam Kristus Yesus. Ia menguraikan standar kehidupan bagi orang percaya secara individu, persekutuan dalam komunitas Kristen, dan hubungan keluarga yang lebih intim di dalam rumah. Dan akhirnya, Rasul Paulus mengingatkan orang-orang percaya bahwa kehidupan Kristen berarti berpartisipasi dalam peperangan rohani. Dari pengalamannya sendiri, sang rasul tahu bahwa perlawanan itu nyata dan peperangan itu sengit, “Karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (ayat 12).
Ketiga, peperangan yang dapat dimenangkan. Ada satu kata yang diulang tiga kali, “berdiri” (ayat 11: bertahan, ayat 13: berdiri, ayat 14: berdiri; kata yang sama dalam bahasa Yunani). Artinya, kita dapat berdiri pada waktu melawan dan tetap dapat berdiri pada waktu menyelesaikan peperangan. Kita bukan hanya bisa bertahan tetapi bisa memenangkan peperangan dengan gilang gemilang.
Ada perlengkapan senjata yang Tuhan siapkan buat kita untuk menghadapi peperangan ini. Perlengkapan yang tidak bisa dilepaskan dari persekutuan kita dengan-Nya. Rasul Paulus mengatakan, “ambillah” (ayat 13, “take up”) dan “kenakanlah” (ayat 11, “put on”) seluruh perlengkapan senjata Allah. Yaitu, berikatpinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan (ayat 14), kaki berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera (ayat 15), dalam segala keadaan mempergunakan perisai iman (ayat 16), berketopongkan keselamatan dan pedang Roh (ayat 17).
Orang percaya terlibat dalam pertempuran rohani dengan kuasa kegelapan, mereka tidak dapat bertahan tanpa kuasa Tuhan. Menjadi kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya sangat penting untuk menjalani kehidupan Kristen yang berkemenangan. Di dalam Kristus Yesus, kuasa Tuhan membuat kita mampu atau sanggup. Dia menguatkan kita dengan segala sesuatu yang kita perlukan untuk melakukan tugas apa pun. Itu sebabnya, mari secara aktif memakai perlengkapan senjata yang Tuhan sediakan bagi kita.
Sebuah ilustrasi yang menolong kita memahami hal ini. Seorang wanita yang mempunyai rumah kecil di pantai Irlandia pada akhir abad yang lalu. Ia sangat kaya tetapi juga amat sangat hemat. Maka orang-orang sangat heran sekali bahwa ia termasuk di antara yang pertama-tama memutuskan untuk memasang listrik di rumahnya. Beberapa minggu setelah pemasangan listrik itu, seorang yang mencatat meteran datang ke rumahnya. Ia bertanya apakah listrik di rumahnya bekerja dengan baik, yang di jawab bahwa memang bekerja dengan baik. “Saya ingin tau apakah ibu dapat menjelaskan sesuatu kepada saya: Meteran ibu menunjukkan bahwa listrik hampir tidak dipakai. Apakah ibu menggunakannya?” “Tentu saja,” jawabnya. “Setiap menjelang malam waktu matahari terbenam, saya nyalakan listrik cukup lama sebagai penerangan untuk saya bisa memasang lilin. Lalu saya matikan lagi listriknya!”
Ia sudah membuka sumber tenaga listrik tetapi tenaga listrik itu sendiri tidak dipakai. Rumahnya ada hubungan listrik tetapi tidak terjadi perubahan. Kita adalah jiwa-jiwa yang sudah diselamatkan tetapi hati tidak berubah. Kita sudah ditebus dan dibenarkan di dalam Kristus tetapi tidak ada persekutuan dengan-Nya. Sekali-kali kita “on” saklarnya tetapi kebanyakan kali kita “off” saklarnya, kita sudah puas hidup dalam bayangan gelap. Apa yang akan terjadi kalau kita biarkan lampu itu menyala terus? Kita akan hidup dalam terang Kristus yang membawa kemenangan.
Ketika Rasul Paulus mendorong orang-orang percaya untuk menjadi kuat di dalam Tuhan, ia memanggil mereka untuk setia - untuk tinggal di dalam Kristus dan percaya kepada kuasa Tuhan untuk segala sesuatu dalam hidup ini. Kekuatan Kristen yang sejati datang dari kesadaran akan kebergantungannya sepenuhnya kepada Tuhan. **Ar2
Sumber. Got Questions Ministries, www.gotquestions.org/Indonesia. Max Lucado, Just Like Jesus. Batam: Interaksara, 2000. John R. W. Stott, Efesus. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2003.