Doa adalah Perperangan
Alkitab mencatat cerita pencobaan yang dialami oleh Tuhan Yesus (Mat. 4:1-11; Mrk. 1:12-13; Luk. 4:1-13). Kita bisa belajar beberapa hal. Pertama, ternyata iblis itu riil. Seorang psikiater bernama M. Scott Peck yang menulis buku laris berjudul “The People of The Lie” mengakui, “Bersama sembilan puluh sembilan persen psikiater dan mayoritas pendeta mengira bahwa iblis tidak ada.” Iblis itu tidak ada karena tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Namun demikian, akhirnya beberapa diantara mereka menjadi Kristen setelah bergulat dengan kenyataan adanya iblis. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang kerasukan untuk membuktikan keberadaan roh jahat. Mereka sekarang menjadi percaya bahwa iblis itu memang ada.
Kedua, kalau iblis itu riil, berarti pencobaan itu memang ada. Karena iblis adalah sumber pencobaan. Apa beda ujian dan pencobaan? Pdt. Stephen Tong dalam bukunya “Ujian, Pencobaan dan Kemenangan” menyebutkan empat perbedaan antara ujian dan pencobaan. Perbedaan sumber: ujian dari Allah, pencobaan dari Iblis. Perbedaan motivasi: ujian itu bermaksud baik, mau mendekatkan kita kepada Tuhan agar kita hidup dalam kesucian; Pencobaan bermaksud jelek, mau membuat kita meninggalkan Tuhan dan hidup di dalam dosa dan kenajisan. Perbedaan tujuan: ujian menumbuhkan iman menuju kepada kedewasaan; Pencobaan untuk menjatuhkan, memisahkan kita dari Allah. Perbedaan fenomena: ujian dimulai dari kepahitan, kesengsaraan, penderitaan, tetapi diakhiri dengan kemanisan, kebahagiaan, kemenangan dan keindahan rohani; Pencobaan dimulai dengan keindahan, kecantikan, kenikmatan, tetapi berakhir dengan kepahitan, penyesalan dan kerusakan.
Ketiga, hati-hati sebab iblis itu pintar dan cerdik, ia mencobai secara rasional (masuk akal). Bahkan ia memakai firman untuk mencobai (misal mengutip Mzr. 91:11-12). Waktu Yesus lapar dan haus karena berpuasa empat puluh hari empat puluh malam di padang gurun, ia menawarkan makanan jasmani, bukan menawarkan dunia dan segala isinya. Ia menawarkan apa yang dibutuhkan.
Bagaimana cara menghadapi si iblis? Mari ikut teladan Yesus. Pertama, lawan pakai firman. Iblis mencobai Yesus, tetapi Yesus menang. Apa rahasianya? Yesus melawan si pencoba pakai firman. Tiga kali iblis ingin menjebak dengan kelicikannya, tiga kali Yesus menjawab dengan firman (Mat. 4:4, 7, 10 dari Ul. 8:3, 6:16, 6:13). Kenapa harus firman? Ingat, ini bukan perang melawan darah dan daging tetapi ini adalah peperangan rohani. Oleh sebab itu dibutuhkan firman. Rasul Paulus mengatakan “firman itu sebagai ketopong keselamatan dan pedang Roh” (Ef. 6:17). Sebagai ketopong berarti firman berfungsi sebagai pelindung, dan sebagai pedang berarti firman berfungsi sebagai alat untuk menyerang. Yesus memberikan teladan kepada kita menggunakan firman untuk melawan iblis.
Kedua, melalui doa. Perhatikan kehidupan Yesus dalam kitab Injil. Yesus tidak terjebak dalam perangkap orang-orang Yahudi pada waktu itu, dan Dia juga tidak terjebak dalam perangkap iblis. Ia menyelesaikan setiap persoalan dengan hikmat yang sempurna. Dari mana Yesus memiliki hikmat yang luar biasa seperti ini? Berulang kali kitab Injil menceritakan satu kebiasaan Yesus “pada waktu semua orang bubar, pulang ke rumah masing-masing, Yesus pergi menyendiri.” Apa yang dilakukannya waktu sendiri? “Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana.” Ia bertemu dengan Bapa dan setelah pertemuan itu Dia mendapatkan kekuatan yang baru untuk melayani kembali; ketika Ia selesai bersekutu dengan Bapa-Nya, Ia mendapat kekuatan yang baru untuk menghadapi persoalan-persoalan yang muncul dari orang-orang yang ingin membunuh Dia; ketika Ia selesai bersekutu dengan Bapa-Nya, Ia mendapat hikmat untuk menyelesaikan persoalan.
Bagi Tuhan Yesus, doa itu bukan sekadar persiapan perang tetapi doa itu adalah peperangan itu sendiri. Coba perhatikan doa Yesus di Taman Getsemani, Yesus tidak gemetar di depan Pilatus, Yesus tidak keluar keringat seperti darah di depan Kayafas, Yesus tidak minta ampun sampai tiga kali “ampun, jangan disalib”. Dia tidak pernah lakukan itu di depan orang Yahudi yang begitu banyak, yang berteriak, salibkan Dia, salibkan Dia. Dia tidak takut. Waktu Dia berhadapan dengan Pilatus, Herodes, Kayafas, orang Yahudi, Yudas, Yesus tenang sekali.
Di mana kita lihat Dia berkeringat seperti tetesan darah? Di mana kita lihat Dia memohon sampai tiga kali artinya Dia berkeras memintanya, dia bergumul sekali? Di mana kita dengar Dia berkata, “Aku begitu takut seperti mau mati rasanya?” Waktu Dia berlutut kan? Kalau begitu sebetulnya Yesus perangnya di mana? Perang yang sesungguhnya di dalam kehidupan Yesus adalah di Getsemani. Begitu Dia bangun dari lutut-Nya, kita lihat tenang Dia jalani jalan salib, karena sudah menang.
Jadi, Getsemani ke Salib itu sudah kemenangan, bukan peperangan. Perangnya di Getsemani. Di lutut itulah Dia berperang. Waktu Dia bangun dari lututnya, Dia sedang menikmati kemenangan. Dengan demikian kita bisa melihat bahwa doa itu bukan persiapan perang tetapi doa itu adalah peperangan rohani itu sendiri. **Ar2