The Unshakable Fortress
Mazmur 46:2-12
Mazmur 46 dikenal sebagai nyanyian perayaan atau nyanyian keyakinan. Mazmur ini merayakan perlindungan serta kuasa Allah yang tak tertandingi. Sebagian besar komentator PL sepakat bahwa 2 Raja-raja 18-19 menjadi latar belakang dari nyanyian ini. Yaitu ketika tentara Asyur di bawah pimpinan Raja Sennacherib, mengepung kota Yerusalem. Tampaknya situasi yang putus asa bagi umat Allah dengan tentara Asyur yang besar berkemah tepat di luar tembok kota. Tetapi nabi Yesaya telah menyatakan bahwa mereka tidak perlu khawatir, tidak satu pun anak panah dari busur Asyur akan mencapai Yerusalem (Yes. 37:33). Nyanyian ini merayakan penggenapan dari kesetiaan dan kuasa Allah atas umat-Nya.
Ayat dua mengungkapkan tema keseluruhan dari nyanyian ini, yaitu Allah memberikan perlindungan dan kekuatan pada waktu-waktu ketika kekacauan berusaha mendominasi keteraturan. Baik di dunia alam maupun di dunia bangsa-bangsa. Pemazmur menjelaskan kebenaran ini dengan memberi dua gambaran paling mengerikan yang mungkin ada di dunia kuno.
Pengalaman gempa bumi yang tidak asing bagi penduduk di tanah-tanah sekitar lembah Rift Besar dari hulu Sungai Yordan hingga Arabah di selatan. Gunung-gunung runtuh ke laut, kegaduhan serta gelombang pasang laut membuat gunung-gunung yang tersisa bergetar. Gunung-gunung melambangkan kestabilan dan kekekalan. Keruntuhannya melambangkan kekacauan total. Laut sering melambangkan kekacauan, ketidaktertiban, dan kekuatan yang berlawanan dengan Allah (Kej. 1:2; Why. 21:1). Pembalikan tatanan penciptaan (daratan ditelan laut) mencerminkan hukuman apokaliptik.
Bahasa seperti ini juga muncul pada konteks lain, di mana penyair Ibrani menggunakan bahasa yang menggambarkan bumi yang berguncang (Yes. 24:19–20), gunung-gunung yang bergetar (Yes. 54:10), dan gangguan pada daratan dan lautan (Hag. 2:6). Akun-akun ini pada tingkat yang lebih dalam merujuk pada kekuatan kekacauan yang tidak pernah sepenuhnya ditaklukkan dan selalu mengancam ketertiban penciptaan.
Namun dalam teologi penciptaan meskipun ciptaan seolah-olah hancur, umat Allah tidak perlu takut. Allah telah menaklukkan kekacauan dalam penciptaan. Allah berdaulat atas kekacauan alam dan kosmis. Nyanyian keyakinan ini berakar pada penciptaan, ketertiban Allah muncul dari kekacauan purba (Kej. 1:1–2). Allah bukan hanya penolong di dalam dunia, Dia adalah Allah atas penciptaan itu sendiri.
Lebih jauh lagi, penciptaan Allah (Kel. 15) atas Israel juga merupakan konsekuensi penguasaan-Nya atas kekuatan kekacauan lain yaitu dunia bangsa-bangsa. Allah telah menaklukkan bangsa-bangsa demi menebus umat-Nya (Kel. 15:1–10; 2 Raj. 18-19), oleh karena itu, pemazmur beralih dari keyakinan di hadapan kekuatan kekacauan alam kepada keyakinan di hadapan ancaman nasional.
Bagian selanjutnya dari nyanyian ini menunjukkan selain Allah sendiri, kota Allah menjadi lokasi perlindungan. Kota Allah menjadi sumber keamanan karena disitulah kehadiran-Nya dapat dirasakan. Kehadiran Allah digambarkan melalui gambaran sungai yang alirannya mengalirkan kesukaan di kota Allah. Berbeda dengan laut yang menghancurkan, sungai ini memberi kehidupan, menyegarkan, dan menstabilkan. Di Yerusalem kuno tidak terdapai sungai alami, jadi gambaran ini bersifat teologis alih-alih geografis. Gambaran ini mewakili kekokohan benteng kehadiran Allah yang senantiasa melindungi umat-Nya.
Referensi “bangsa-bangsa” dan “kerajaan-kerajaan” pada ayat tujuh menggambarkan kekuatan-kekuatan manusia yang mengancam dengan kekuatan kekacauan mereka. Tetapi mereka terjatuh seperti gunung-gunung di hadapan mereka, sementara kota Allah tidak goncang. Perlindungan ilahi digambarkan di sini sebagai kestabilan sejati dalam dunia di mana bangsa-bangsa asing yang kuat secara fundamental namun sebenarnya tidak stabil.
Kehadiran Allah adalah obat penawar bagi kekacauan. Meskipun dunia disekitar kita baik alam atau bangsa mengancam dengan kekuatan kekacauannya, kehadiran Allah menjamin keteraturan dan keamanan tidak akan pernah hilang dari kehidupan umat-Nya. Ini membawa kita pada penggenapan Kristologis yang mana dalam Kristus Allah tinggal bersama umat-Nya (Mat. 1:23). Dia adalah bait suci yang sejati (Yoh. 2:21) dan sumber air hidup (Yoh. 4:14). Demikian juga pengharapan Eskatologis, Wahyu 22:1 menunjukkan pemenuhan Mazmur 46:4, sungai yang mengalir dari takhta Allah dan Anak Domba, menyuburkan Yerusalem Baru.
Mazmur 46 mengajar kita bahwa kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam kestabilan luar, melainkan dalam kehadiran Allah di dalam diri kita. Menghabiskan waktu dengannya dalam penyembahan dan persekutuan pribadi adalah sumber kestabilan kita. Iman kepada Kristus adalah benteng kita yang teguh yang tidak dapat digoyahkan. **DG