80 Tahun Merdeka: Bangsa Kita Membutuhkan Orang-orang Beriman
Tahun 2025 menjadi tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia, 80 tahun kemerdekaan. Sebuah perjalanan panjang yang ditandai oleh perjuangan, pengorbanan, dan harapan, untuk membentuk kehidupan yang merdeka, adil, dan makmur. Namun, pencapaian kemerdekaan bukan berarti tugas bangsa telah selesai. Justru inilah awal dari tanggung jawab besar untuk mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang bernilai dan berdampak. Seperti pernah dikatakan Bung Hatta, “Indonesia merdeka bukan tujuan akhir, melainkan jembatan menuju masyarakat adil dan makmur, lahir dan batin.” Maka, usia 80 tahun kemerdekaan bukan sekadar perayaan, tetapi panggilan untuk berefleksi, sudahkah kemerdekaan ini terisi dengan iman, integritas, dan kontribusi nyata bagi kebaikan bersama?
Tantangan Bangsa di Usia Kemerdekaan 80 Tahun
Memasuki usia delapan dekade, Indonesia berkembang menjadi negara yang cukup disegani di kawasan Asia dan dunia. Namun, berbagai tantangan serius masih membayangi perjalanan bangsa. Ketimpangan sosial-ekonomi antar daerah, keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan, kerusakan lingkungan, serta birokrasi yang belum efisien masih menjadi penghambat kemajuan. Di sektor ekonomi, ketergantungan terhadap ekspor mentah dan minimnya daya saing UMKM juga menjadi sorotan.
Lebih dari itu, tantangan bangsa semakin kompleks karena menyentuh dimensi moral dan spiritual. Korupsi yang mengakar, intoleransi yang merebak, serta perpecahan sosial menunjukkan bahwa pembangunan karakter belum seimbang dengan pembangunan fisik. Dalam semangat peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka, “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju,” sudah saatnya bangsa ini kembali pada nilai-nilai dasar yang memperkuat fondasi bangsa, yaitu kesatuan dan keragaman.
Iman sebagai Kekuatan di Tengah Krisis Bangsa
Untuk menjawab tantangan zaman, kisah klasik Daud dan Goliat dalam 1 Samuel 17 memberikan inspirasi besar. Daud, seorang gembala muda, maju menghadapi raksasa Filistin bukan karena kekuatan fisik atau strategi militer, tetapi karena imannya yang kokoh. Ia menyatakan, “Engkau datang kepadaku dengan pedang, tombak, dan lembing, tetapi aku datang kepadamu dalam nama TUHAN semesta alam” (ay. 45). Lebih tegas lagi, Daud berkata, “Sebab pertempuran ini adalah milik TUHAN, dan Ia akan menyerahkan engkau ke dalam tangan kami” (ay. 47). Pernyataan ini mencerminkan keyakinan bahwa kemenangan sejati bukan berasal dari keunggulan manusia, melainkan dari kuasa Tuhan yang menyertai mereka yang berjalan dalam iman.
Kisah Daud adalah gambaran keberanian dan keteguhan yang dilandasi keyakinan kepada Tuhan. Ini relevan dengan kondisi bangsa saat ini. Menghadapi “raksasa-raksasa” seperti korupsi, kemiskinan, ketidakadilan, dan kemerosotan moral membutuhkan lebih dari kecakapan teknis – dibutuhkan orang-orang yang beriman, berani, dan teguh. Bukan hanya percaya di hati, tetapi bertindak nyata di masyarakat sebagai garam dan terang dunia.
Panggilan Nyata Bagi Orang-Orang Beriman
80 tahun kemerdekaan adalah momen penting untuk kembali kepada nilai-nilai dasar, yaitu kebenaran, keadilan, kasih, dan integritas. Orang-orang beriman memiliki peran strategis dalam membangun bangsa, bukan hanya di gereja atau komunitas iman, tetapi juga di ruang publik, politik, pendidikan, ekonomi, budaya. Iman yang sejati bukan hanya keyakinan pribadi, tetapi diwujudkan dalam tindakan yang berdampak nyata.
Kita semua dipanggil untuk tidak menjadi penonton dalam sejarah bangsa, tetapi pelaku yang aktif. Seperti Daud, kita mungkin bukan yang paling kuat atau paling berpengaruh, tetapi dengan keberanian dan iman, kita bisa menjadi alat Tuhan untuk membawa perubahan. Indonesia membutuhkan pribadi-pribadi yang teguh, yang hidupnya menjadi teladan, yang memilih untuk melayani bukan dilayani. Inilah cara kita merayakan kemerdekaan, dengan hidup yang memberi arti.
Bangsa ini tidak kekurangan sumber daya, tetapi sangat membutuhkan pribadi-pribadi yang rela hidup benar dan menjadi terang di tengah dunia. Momentum 80 tahun kemerdekaan adalah kesempatan untuk bangkit – bukan dalam semangat duniawi, tetapi dalam kekuatan rohani yang membangun, menyatukan, dan memberdayakan. Kiranya semakin banyak pribadi beriman yang menjawab panggilan ini, berdiri teguh, bertindak benar, dan menjadi alat Tuhan bagi perubahan bangsa. Mari jadikan momentum ini sebagai titik balik. Bangkit sebagai Daud di masa kini – berani, beriman, dan berkontribusi. Dengan demikian, kemerdekaan bukan hanya menjadi catatan sejarah, tetapi jalan menuju masa depan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan diberkati. ** YM