Bagikan artikel ini :

Hamba Tuhan Atau Hamba Iblis?

Hakim-hakim 14:1-9

Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.
- Roma 12:1

Sampailah kita pada kisah Simson, hakim yang paling terkenal di seluruh kitab Hakim-hakim karena kekuatan supernya. Meski demikian, Simson jugalah hakim terburuk. Kita akan melihat mengapa demikian.

Simson adalah seorang nazir, yakni orang yang mengkhususkan dirinya bagi Tuhan. Ada tiga hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang nazir, yakni (1) minum anggur, (2) mencukur rambut, dan (3) menyentuh mayat (Bil. 6:2-7). Di dalam bagian ini, kita membaca pelanggaran Simson yang pertama, yaitu memegang mayat singa (ay. 9). Mengapa ia melakukannya? Apakah karena sedang terdesak? Tidak! Simson melakukannya hanya karena ingin makan madu! Sama sekali bukan alasan yang penting.

Lebih jauh lagi, Simson melakukannya di kala ia dalam perjalanan menuju Timna untuk menikahi seorang gadis Filistin (ay. 8). Ia nekat ingin menikah, padahal Tuhan jelas-jelas melarang kawin campur dengan bangsa lain (kecuali kalau orang non-Israel tersebut sudah percaya kepada Allah Israel, seperti misalnya Rahab). Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk nazir, tetapi untuk semua orang Israel. Itulah sebabnya ayah dan ibunya melarangnya (ay. 3). Namun, Simson tidak mau mendengarkan mereka.

Sungguh ironis sekali Simson. Sebagai nazir yang hidupnya menuruti standar-standar yang lebih tinggi, posisinya ada di atas orang-orang Israel lainnya. Akan tetapi, ia malah melakukan sesuatu yang tidak hanya dilarang bagi seorang nazir, tetapi juga dilarang bagi semua orang Israel! Saat menikahi seorang perempuan asing, ia telah melanggar aturan Tuhan. Toh aku sudah melanggar peraturan yang lebih besar. Sekalian saja melanggar peraturan-peraturan yang lebih kecil, demikian pikirannya.

Sebagai orang Kristen, kita pun mirip dengan Simson. Kita mengkhususkan seluruh hidup kita kepada Tuhan (Rm. 12:1-2). “Lho, tapi aku bukan hamba Tuhan!” Kalau bukan Tuhan, lantas hamba siapa? Hamba Iblis? Siapa pun kita, kita adalah hamba-hamba-Nya Tuhan. Perbedaannya, beberapa di antara kita berkiprah di gereja, sementara yang lain di luar. Padahal, di mana pun kita berada, kita hidup dengan standar Tuhan, bukan standar dunia.

Jangan pernah cukup puas dengan, “Yang penting aku tidak pernah bunuh orang atau korupsi.” Orang dunia juga sudah tahu.


Refleksi Diri:

  • Apa standar hidup Anda selama ini? Apakah sekadar standar dunia (tidak membunuh, tidak korupsi, dst.)? Atau standar yang lebih tinggi, yakni standar Tuhan?
  • Apa langkah praktis yang dapat Anda lakukan untuk mengingatkan diri setiap hari bahwa hidup Anda dikhususkan untuk Kristus?