Bagikan artikel ini :

Church @ Home

Keluarga yang hidup dalam penyembahan adalah keluarga yang akan bersatu dalam menghadapi badai kehidupan. Seorang penulis dan teolog katakan bahwa ibadah yang dilakukan secara rutin akan membentuk “hati”. Bukankah ini yang terpenting? Keluarga yang dianggap dunia sukses adalah keluarga yang memiliki rumah besar, keturunan yang banyak, prestasi yang cemerlang – namun, itu semua hanya sesuatu yang bersifat sementara. Indah dilihat, tapi belum tentu bertahan.

Di dalam Kitab Suci, fondasi keluarga itu harus dimulai dari hati yang dimenangkan Kristus dan berpaut pada Kristus. Keluarga yang hidup dalam ritme penyembahan dan devosi yang baik, adalah keluarga yang akan bertumbuh secara sehat. Hal itulah yang terungkap dalam seruan Yosua 24:15, dimana kita menemukan sebuah deklarasi dan fondasi keluarga yang unik dan ikonik dari Yosua, “Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah ... Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN.”

Secara historis, ucapan Yosua ini muncul saat mereka berada di Sikhem, suatu tempat yang sarat makna perjanjian (lih. Kej. 12:6–7; 35:4) sebab di tempat inilah Abraham pertama kali menerima janji Allah tentang tanah Kanaan; kini Yosua sebagai pemimpin baru yang menggantikan Musa hendak meneguhkan janji perjanjian itu dalam bentuk pembaruan perjanjian (covenant renewal). Oleh sebab itu, Yosua menantang umat Tuhan untuk memulai hidup baru di tanah perjanjian Tuhan, bukan dengan meminta mereka melakukan budgeting planning untuk pembangunan di tanah perjanjian, ataupun melakukan rencana kegiatan dan segudang aktivitas yang akan dilakukan di tanah perjanjian sebagai komunitas baru di tanah yang baru di lingkungan baru. Sederhana, Yosua hanya meminta satu hal bahwa mereka tidak terlalu fokus kepada what they will build than to whom they will worship (Bukan berpusat pada apa yang mereka akan bangun tetapi kepada siapa mereka harus menyembah).

Ada tiga aspek yang penting dalam seruan Yosua. Pertama, keluarga yang berpusat pada “kita”, bukan “Aku”. Ketika Yosua katakan, “aku dan seisi keluargaku”, maka bagi Yosua, keluarga bukan berpusat pada “aku” tetapi pada “kita”, ada aspek dimensi kebersamaan. Ketika setiap individu dalam keluarga hanya mementingkan diri sendiri, disitulah awal mula kehancuran keluarga.

Kedua, keluarga yang menolak ilah dunia. Penyembahan keluarga yang berpusat pada Tuhan adalah sebuah deklarasi anti sinkretisme dengan dunia. Di dalam konteks Yosua, budaya hari itu adalah budaya politeistik. Banyak dewa-dewi Mesapotamia dan Kanaan yang bisa sewaktu-waktu mengantikan Tuhan. Namun saat mereka mengatakan, bahwa mereka hendak menyembah Tuhan, maka dengan kata lain Yosua hendak katakan, keluarga kami menolak ilah dunia – Tuhan yang menjadi fokus dan fondasi kehidupan dalam keluarga. Ini penting. Saat ada hal di dunia yang menjadi berhala dalam keluarga kita, entah itu pekerjaan, sosial media, harta, maka keluarga akan rapuh dan kehilangan arahnya.

Ketiga, gereja yang dimulai dari rumah. Ucapan Yosua yang mewakili keluarganya dalam komitmen mengikut Tuhan menunjukkan bahwa keteladanan dan kepemimpinan dalam keluarga penting. Banyak anak meninggalkan iman dalam keluarga karena mereka tidak menemukan iman yang autentik di rumah. Itu sebab “gereja” harus hadir di rumah. Ibadah gerejawi memang terjadi di hari Minggu, tetapi kehidupan bergereja harus terus berlangsung setelah ibadah, bahkan saat di rumah. Church @ Home (Church at Home), itu seharusnya menjadi spirit dari setiap keluarga Kristen. Bahkan ini juga adalah tugas dan tanggung jawab dari gereja untuk membangun keluarga-keluarga. Mark Holmen pernah katakan, “Dari semua hal yang dapat engkau lakukan sebagai seorang pemimpin dalam gereja Kristus, tidak ada yang lebih penting daripada menolong membawa Kristus dan kehidupan yang serupa dengan Kristus ke dalam pusat setiap rumah.” Tuhan yang menolong setiap keluarga kita. ** YCT