Bagikan artikel ini :

Sok Preman

Hakim-hakim 12:1-7

Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.
- Amsal 16:18

Lagi-lagi suku Efraim… Belum puas cari gara-gara dengan Gideon (Hak. 8:1-3), kini mereka cari gara-gara dengan Yefta. Suku Efraim memang digambarkan dalam Kitab Hakim-hakim sebagai suku yang congkak dan belagu karena merasa diri mereka salah satu suku terbesar. Kini, tidak hanya sekadar protes karena tidak diajak perang, mereka bahkan mengancam akan membakar Yefta dan seisi rumahnya (ay. 1). Padahal Yefta, berbeda dengan Gideon, sudah mengajak mereka berperang (ay. 2), tetapi mereka yang tidak mau datang. Apa boleh buat, Yefta terpaksa bertarung seorang diri.

Sesungguhnya, akan sangat mudah menghakimi Yefta dan membandingkannya dengan Gideon. Namun, ingat bahwa dalam kasus Gideon, kita bisa sedikit memaklumi komplain orang Efraim karena Gideon memang tidak mengajak mereka. Sementara dalam kasus Yefta, orang Efraim ibarat anak yang tidak menyahut ajakan orangtuanya untuk jalan-jalan ke mal, tetapi kemudian marah-marah karena tidak diajak. Sungguh tidak masuk akal. Sikap seperti ini lahir dari kecongkakan orang Efraim yang berlagak sok preman di depan Yefta untuk membuatnya takut kepada mereka. Yefta, si mantan perampok (Hak. 11:3), tidak mempan dengan segala gertak sambal tersebut. Jadilah ia memerangi orang Efraim dan 42.000 orang terbunuh. Orang Efraim dikalahkan dengan satu siasat sederhana, yakni dengan sepenggal kata “syibolet” (ay. 6). Melalui siasat ini, Yefta seolah-olah menertawakan kesombongan orang Efraim, “Mengucapkan ‘syibolet’ dengan benar saja kamu tidak bisa, malah mau coba-coba sok preman!”

Itulah nasib orang yang sok. Niatnya berlagak preman untuk menakuti, malah akhirnya dikalahkan. Sudah begitu, mereka dikalahkan dengan kelemahannya sendiri. Anda mungkin pernah bertemu orang-orang yang seperti ini atau Anda sendiri mungkin adalah orangnya. Kita menyombongkan kekayaan kita dan merendahkan mereka yang miskin, tetapi orang mencibir ketika melihat betapa kikirnya kita. Kita menyombongkan kesuksesan usaha atau popularitas kita, tetapi satu skandal menghancurkan semuanya itu. Kita sok pintar karena gelar kita yang berderet-deret dan membodoh-bodohkan orang lain, tetapi satu perkataan salah yang terucap membuat kredibilitas kita dipertanyakan.

“Tuhan tidak suka orang sombong”, sebuah hikmat yang seringkali dilupakan. Iblis dulunya adalah penghulu malaikat yang sombong. Menara Babel dikacaukan karena kesombongan manusia. Jangan pernah kita menjadi sombong karena semua yang baik dalam hidup kita merupakan pemberian Tuhan.


Refleksi Diri:

  • Apakah Anda orang yang cenderung mudah jatuh dalam dosa kesombongan dan merendahkan orang lain?
  • Apa hal yang paling sering Anda sombongkan? Kekayaan? Popularitas? Hidup bermoral? Pelayanan gerejawi? Penampilan?