Membeli Tuhan Dengan Harga Diskon
Hakim-hakim 17:1-4
Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat?
- Maleakhi 1:8a
Drama keluarga antara Mikha dan ibunya dikisahkan dengan sangat singkat. Namun, jika drama ini dimengerti dalam konteksnya, Anda akan tertawa geli membacanya. Dikisahkan bahwa Mikha mencuri uang ibunya sebanyak 1.100 perak. Sang ibu yang tidak mengetahui siapa pencurinya, dalam kemarahan mengutuki pencuri tersebut. Mungkin karena takut kutukan ibu, Mikha akhirnya mengembalikan uang ibunya (ay. 2). Yah, setidaknya Mikha sedikit lebih baik daripada Malin Kundang yang menganggap sepi kutukan ibunya.
Apakah drama tersebut berakhir di sini? Tidak! Sang ibu cepat-cepat mengganti kutukannya dengan ucapan berkat. Tidak hanya itu, sang ibu bermaksud menyerahkan uang curian yang dikembalikan tersebut kepada Tuhan (ay. 3). Ia takut kutukannya tidak bisa ditarik dan akan menimpa anaknya sehingga berusaha “membujuk” Tuhan untuk membatalkan kutukan tersebut dan menggantinya dengan berkat dengan cara mempersembahkan uang kepada Tuhan. Kemudian, kekonyolan hakiki terjadi: sesudah Mikha mengembalikan uang tersebut, ibunya mengambil 200 perak, bukan 1.100 perak, dan menggunakannya untuk membuat patung Tuhan! Dengan kata lain, sang ibu berusaha “membeli” perkenanan Tuhan dengan harga diskon! Dan diskonnya sebesar 81,8% pula! Sungguh keterlaluan…
Cara sang ibu memberikan persembahan dengan membuat patung merupakan cara yang salah. Namun, hari ini kita akan fokus pada apa yang dilakukan sang ibu dengan uang yang sudah kembali tersebut. Ia berjanji akan memberikan seluruhnya, 1.100 perak, kepada Tuhan. Kenyataannya, yang dipakai hanya 200 perak, yakni sekitar 18,2%. Sisa 900 perak ia simpan sendiri. Lebih-lebih lagi, ibu Mikha sebenarnya cukup kaya, demikianlah pendapat para ahli biblika.
Ya, kisah ini adalah kisah konyol. Akan tetapi, kita sendiri mungkin sering mempersembahkan sesuatu yang “diskonan” kepada Tuhan. Mungkin bukan uang, tetapi bagaimana dengan waktu kita, misalnya saat teduh? Waktu “diskonan” saat kita sudah mengantuk dan tidak konsentrasi. Puji-pujian kita? Kita lebih suka jadi penonton daripada ikut menyanyi. Perhatian kita? Fokus “diskonan” kita berikan ketika mendengarkan khotbah sambil main ponsel.
Ketika Tuhan Yesus menyelamatkan kita, Dia memberikan diri-Nya sepenuhnya, bukan diskonan. Masakan kini kita memberi sesuatu yang “diskonan” kepada-Nya?
Refleksi Diri:
- Apakah ada hal dalam ibadah Minggu yang Anda tahan-tahan dan berikan secara “diskonan” kepada Tuhan? Apakah pujian Anda? Konsentrasi saat mendengarkan firman Tuhan? Persembahan Anda?
- Mengapa kita tidak sepantasnya memberikan sesuatu yang “diskonan” kepada Tuhan?