Label "Anak Haram"
Hakim-hakim 11:1-11
Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka.
- Yakobus 2:1
Malang sekali nasib Yefta. Hanya karena dilahirkan sebagai anak seorang perempuan sundal, ia tidak mendapatkan warisan dan diusir dari tempat tinggal ayahnya. Yefta harus menetap di tanah asing dan hidup bersama para perampok. Jika dibayangkan di masa kini, Yefta ibarat anak yang tidak diinginkan keluarganya dan berakhir menjadi anggota geng berandalan. Seumur hidupnya hanya tahu melakukan tindakan kriminal karena sejak kecil tidak ada yang mengingininya maupun menunjukkan kasih sayang terhadapnya.
“Kasihan sekali. Mengapa tidak ada orang dewasa yang menolong anak-anak malang ini?” mungkin Anda bertanya-tanya sambil miris mendengar kisah-kisah demikian, termasuk kisah Yefta. Jawaban untuk pertanyaan tersebut ada di ayat 7. Secara implisit Yefta mengatakan bahwa orang-orang dewasa tidak menolongnya saat ia dibuang dari keluarganya. Tidak hanya itu, mereka bahkan ikut-ikutan mengusirnya. Mengapa mereka membenci Yefta? Semata-mata hanya karena Yefta adalah anak haram, anak yang mencemarkan nama baik keluarganya. “Anak haram tidak perlu ditolong, tidak usah diberi kasih sayang. Toh keluarganya sendiri tidak mengingininya,” begitulah orang-orang Gilead memandang Yefta.
Tidak hanya kepada anak-anak haram, banyak orang yang perlu ditolong yang tidak menerima uluran tangan karena label yang sudah kita sematkan. Ada anak perempuan yang diusir dari rumahnya dan membutuhkan tempat tinggal, tetapi kita berpikir, anak itu hamil di luar nikah! Perempuan murahan! Ada orang berpenampilan lusuh di gereja yang tidak pernah disapa atau menerima jabat tangan dari tim penyambut tamu dan kita berbisik, “Jangan dekat-dekat! Dia mantan pengedar narkoba!” Ada pemuda yang seorang diri merenung seusai ibadah karena pergumulan dosanya, tetapi semua orang menjauhinya karena berpikir, hati-hati! Ia seorang gay!
Ironisnya, kini gantian orang-orang yang sudah melabeli Yefta membutuhkan pertolongannya. Meski awalnya marah, Yefta bersedia menolong mereka. Padahal, saat Yefta diusir dengan tangan hampa, mereka tidak menolong Yefta. Jadi, di antara si anak haram dan para petinggi kota Gilead, siapa yang sebenarnya lebih baik?
Jika seseorang membutuhkan bantuan, hendaknya kita mengulurkan tangan tanpa memandang muka! Ingat, Tuhan Yesus pun menyelamatkan kita dari dosa tanpa menyematkan label apa pun terhadap kita.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda pernah pilih-pilih orang saat memberikan pertolongan? Mengapa?
- Apa langkah praktis yang dapat Anda lakukan untuk mengurangi kecenderungan melabeli orang?