Konflik Keluarga
Hakim-hakim 9:50-57
Saudara yang dikhianati lebih sulit dihampiri dari pada kota yang kuat, dan pertengkaran adalah seperti palan gapura sebuah puri.
- Amsal 18:19
Gideon dan Abimelekh, ayah dan anaknya. Sekilas keduanya terlihat mirip: sama-sama pemimpin yang gagah perkasa dan pejuang yang pemberani. Namun, persamaannya hanya sampai di sana. Gideon, seperti yang telah kita baca, mencari keadilan untuk saudara-saudaranya yang dibunuh (Hak. 8:18-21). Abimelekh, sebaliknya, membunuh tujuh puluh saudara kandungnya sendiri (Hak. 9:5). Peristiwa inilah yang menyebabkan Yotam, anak bungsu Gideon, mengutukinya. Di bagian ini, kita melihat bagaimana kutukan tersebut mengenai Abimelekh serta orang-orang Sikhem yang ikut mendukungnya. Abimelekh akhirnya mati dibunuh oleh seorang perempuan (ay. 53). Sungguh akhir yang sangat memalukan untuk seorang pahlawan perang.
Tidak jarang kita mendengar berita-berita heboh mengenai perebutan warisan antar saudara sampai merenggut nyawa. Tidak jarang juga kita melihat seseorang menuntut anggota keluarganya sendiri dalam pengadilan, bahkan putus hubungan dan menjadi orang asing. Mungkin kita menghakimi, “Kok saudara sendiri bisa sampai sejahat itu?” Seringkali konflik antar saudara bisa lebih berdarah-darah daripada konflik dengan orang lain. Bagaimana bisa?
Jawabannya, justru karena begitu dekatnya hubungan saudara, sebuah kesalahan sederhana bisa terasa lebih menyakitkan daripada kesalahan dari pihak lain. Akan lebih menyakitkan jika saudara Anda sendiri menipu Anda dalam bisnis daripada orang lain yang tidak Anda kenal, bukan? Itulah sebabnya kesalahpahaman kecil di dalam suatu hubungan keluarga bisa berkembang menjadi konflik yang begitu besar. Sungguh tragis, orang yang seharusnya berada di dekat kita, malah menjadi musuh kita.
“Itu tidak mungkin terjadi! Keluarga adalah orang-orang yang paling penting dalam hidupku!” Oh, ya? Lalu mengapa seringkali kita berpikir terhadap mereka, kalau dengan saudara, aku bebas berbuat semauku. Kita kan saudara? Tapi kalau dengan orang lain, aku harus lebih baik. Kita lebih sabar, lebih santun, lebih lembut, dan lebih mudah memuji ketika berhubungan dengan orang lain. Dengan saudara atau keluarga kita? Kita berkata-kata dan berkelakuan lebih kasar dan semau gue. Kita tidak menghargai mereka dan menganggap sudah selayaknya mereka menoleransi perbuatan kita. Sedikit demi sedikit, sikap seperti ini akan berakhir dengan konflik-konflik besar itu.
Hubungan persaudaraan adalah berkat yang Tuhan berikan pada kita. Jangan kita siasiakan dengan memperlakukan mereka lebih buruk daripada kepada orang lain!
Refleksi Diri:
- Apakah Anda cenderung berbuat atau berkata-kata kasar dan seenaknya kepada anggota keluarga, dan justru memperlakukan orang lain lebih baik daripada keluarga sendiri?
- Apakah hubungan Anda dengan saudara-saudari Anda lebih sehat daripada dengan teman-teman yang lain? Bagaimana bisa demikian?