Bagikan artikel ini :

Dunning-Kruger Effect

Hakim-hakim 9:1-21

Wahai engkau tanah, kalau rajamu seorang kanak-kanak, dan pemimpin-pemimpinmu pagi-pagi sudah makan!
- Pengkhotbah 10:16

Manakala Gideon menolak takhta raja, anaknya yang bernama Abimelekh menjadikan dirinya raja. Tidak hanya itu, Abimelekh bahkan membunuh tujuh puluh kompetitornya yang sebenarnya merupakan saudara-saudaranya sendiri! Hanya anak bungsu Gideon saja yang berhasil kabur dari pembantaian tersebut. Yotam kemudian memberikan sebuah fabel kepada orang-orang Sikhem. Fabel itu menceritakan tentang pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur yang menolak ketika akan diangkat jadi raja. Malah, semak duri yang pendek dan tidak menghasilkan buah apa pun yang bergaya merasa dirinya layak menjadi raja.

Inilah kenyataan aneh di dunia ini. Orang-orang yang kompeten merasa dirinya bodoh, tetapi orang-orang yang tidak kompeten merasa dirinya hebat. Fenomena ini dikenal dengan sebutan Dunning-Kruger effect. Hal ini pun terjadi dalam kepemimpinan. Mereka yang ambisius dan haus jabatan, sama seperti remaja tanggung yang menjadi ketua geng, justru adalah orang yang paling tidak layak menjadi pemimpin. Mereka menjadi pemimpin hanya untuk kepentingan dan ego pribadi saja. Orang-orang seperti ini nantinya hanya akan memecah-belah organisasi tersebut. Itulah sebabnya Salomo di ayat emas, memperingatkan kita untuk tidak memilih raja dan pemimpin-pemimpin yang demikian.

Orang yang paling layak menjadi pemimpin adalah orang yang sadar bahwa dirinya tidak layak menjadi pemimpin. Memang aneh dan ironis, tetapi demikianlah kenyataannya. Mengapa? Sebab orang-orang yang sadar dirinya tidak layak, tahu bahwa mereka hanya bisa mengandalkan kasih karunia dan hikmat Tuhan untuk dapat memimpin. Orang-orang seperti ini tidak merasa dirinya hebat atau di atas orang-orang lainnya.

Jangan kira hal ini terjadi hanya di pemerintahan atau di tempat kerja. Bahkan gereja, tempat yang seharusnya kita melayani Tuhan Yesus dengan penuh kerendahan hati, bisa dirongrong oleh pemimpin-pemimpin yang kekanak-kanakan dan mencari ego sendiri. Mereka yang tua mengatasnamakan, “Kami lebih berpengalaman!”, yang muda mengatasnamakan, “Waktunya regenerasi!”, yang pandai mengatakan, “Harus sesuai talenta!”, yang tidak begitu pandai mengatakan, “Beri kesempatan untuk melatih diri!” Alasan-alasan ini benar, tetapi kalau ujung-ujungnya hanya ambisi pribadi dan ego maka semuanya hanyalah omong kosong.

Biarlah Tuhan sendiri yang memercayakan tonggak kepemimpinan kepada kita, bukan ambisi kita yang merampasnya dari pemimpin yang seharusnya.


Refleksi Diri:

  • Apakah Anda pernah atau sedang dipercayakan untuk menjadi pemimpin? Bagaimana sikap hati Anda saat memegang tonggak kepemimpinan tersebut?
  • Apakah Anda pernah dikuasai ambisi untuk menduduki posisi lebih tinggi dari yang lain? Mengapa Anda merasa demikian?