Bagikan artikel ini :

Ayah di Garda Depan: Imam dalam Keluarga

Dalam perspektif Kristen, ayah berfungsi sebagai kepala dan pemimpin rohani keluarganya yang mencerminkan beberapa fungsi yang terkait dengan seorang imam, yaitu sebagai perantara, pembimbing rohani, serta pemimpin dalam ibadah dan kesalehan.

Salah satu tokoh ayah di Alkitab yang menunjukan kepemimpinan rohani adalah Ayub. Ayub 1:5 menggambarkan, setelah anak-anaknya mengadakan pesta, Ayub akan bangun pagi-pagi keesokan harinya dan mempersembahkan korban bakaran untuk masing-masing anak, dengan mengatakan, “Mungkin anak-anakku telah berbuat dosa dan mengutuk Allah dalam hati mereka.” Ayub melakukan ini terus-menerus.

Melalui tindakannya sebagai imam di rumah, Ayub memberikan contoh indah bagi orang tua Kristen, terutama ketika anak-anak berada di luar kendali langsung, untuk mendoakan mereka, melemparkan perisai syafaat atas mereka, dengan tangisan yang kuat dan air mata.

Untuk bisa berfungsi sebagai imam dengan maksimal, kualitas hubungan ayah dengan Tuhan menjadi sangat penting. Seorang penulis bernama Jack Frost menceritakan perjuangan pribadinya yang lebih memprioritaskan pelayanan di atas keluarganya, yang menyebabkan kurangnya kehangatan dan kelembutan di rumah, sampai istrinya pun mengalami depresi. Jack kemudian sadar bahwa ia terlalu banyak memberikan kepada orang lain apa yang seharusnya menjadi hak istri dan anak-anaknya.

Jack lalu menceritakan bahwa penting sekali bagi para ayah untuk membiarkan kasih Tuhan mengubah hati mereka agar dapat benar-benar mencintai keluarga. Ia menceritakan perjumpaan yang sangat mengharukan dengan Tuhan yang menyebabkannya mengalami kehancuran hati dan perubahan hati menjadi lebih lembut, yang akhirnya mengarah pada pemulihan keluarganya.

Mengalami keintiman sejati dengan Allah Bapa adalah kunci, memahami bahwa hubungan itu didasarkan pada karya Kristus, bukan kinerja pribadi. Frost juga menunjukkan bahwa mengatasi luka masa lalu dari ayah duniawi melalui pengampunan sangat penting untuk mengalami keintiman mendalam dengan Tuhan.

Sementara itu, Paul C. Vitz penulis buku “Faith of the Fatherless” membahas pengaruh ayah terhadap hubungan anak-anaknya dengan Tuhan. Ia menunjukkan bahwa kurangnya pengaruh ayah yang positif, baik karena ketidakhadiran, jarak emosional, atau pelecehan, dapat menciptakan hambatan psikologis terhadap kepercayaan anak pada Tuhan sebagai Bapa yang penuh kasih.

Ia lalu menampilkan biografi dari para tokoh ateis terkemuka yang memiliki para ayah yang tidak hadir, tiran, lemah, atau bermasalah. Sebaliknya, ia juga mencatat kasus-kasus para tokoh yang percaya pada Tuhan yang memiliki hubungan positif dengan ayah mereka.

Menarik bahwa Tuhan sendiri lebih menyukai sebutan ”Bapa”, dan memanggil para pria untuk menjadi seseorang yang juga layak menyandang sebutan itu: yang mencerminkan kehangatan, kelembutan, dan kemudahan didekati.

Ini adalah tantangan yang nyata bagi para ayah Kristen. Terlepas dari berbagai kesulitan dan kegagalan, seorang ayah memiliki posisi unik untuk meneladani iman dan membimbing keluarganya dalam perjalanan mereka bersama Tuhan, berjuang setiap hari hingga layak menyandang nama “bapa” yang sangat dihargai oleh Tuhan sendiri. ** GE