Bagikan artikel ini :

Relationship: Real Love, Real Life (Relasi: Kasih Sejati, Kehidupan Sejati)

Kolose 3:12-14

EKSPRESI PRIBADI

Sepasang muda-mudi saling menyukai foto satu sama lain. Mereka saling memberi komentar romantis di media sosial. Namun ketika bertemu di dunia nyata, mereka sibuk dengan ponsel masing-masing. Di layar, tampak cinta; di kehidupan nyata, ada jarak. Demikian juga banyak relasi masa kini baik di keluarga, pernikahan, pertemanan, maupun di gereja, terlihat baik di luar, tapi kering tanpa kasih di dalam. Kita hidup di zaman di mana “like” dianggap sebagai kasih, dan “chat” dianggap sebagai perhatian. Tapi kasih sejati tidak sekadar tampak di layar ponsel, kasih sejati itu nyata dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana relasi kasih Anda saat ini dengan pasangan hidup, anggota keluarga, rekan kerja, rekan sepelayanan dan tetangga Anda, apakah sudah mencerminkan kasih Kristus? Bagikan pengalaman Anda kepada anggota CG Anda.

EKSPLORASI FIRMAN

Surat Kolose ditulis Rasul Paulus kepada jemaat di kota Kolose yang menghadapi tantangan serius dari ajaran sesat yang menggabungkan filsafat Yunani, mistisisme Yahudi dan penyembahan malaikat. Ajaran ini menekankan kesalehan lahiriah dan pengetahuan rahasia, tetapi mengabaikan kasih dan kehidupan baru dalam Kristus. Mereka tergoda dengan ajaran palsu yang tampak rohani, tapi kehilangan inti Injil (kasih). Paulus menegaskan bahwa kehidupan Kristen sejati tidak diukur dari ritual atau pengetahuan, melainkan dari identitas baru dalam Kristus yang menghasilkan karakter dan relasi yang diperbarui. Dalam Kolose 3:12–14, Paulus mengingatkan jemaat bahwa kasih sejati (kasih Kristus) adalah tanda kehidupan sejati orang percaya Kristus. Apa yang dapat kita pelajari dari Kolose 3:12-14?

1. Kasih Sejati adalah identitas baru orang Kristen (ay. 12). Paulus memulai bukan dengan perintah, tetapi dengan identitas baru. “Sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya...”. Kita mengasihi karena kita sudah menjadi umat pilihan Allah. Pilihan Allah (eklektoi), artinya kita diterima bukan karena prestasi, tapi karena anugerah. Dikuduskan (hagios), berarti dipisahkan dari cara dunia yang egois, untuk hidup dalam kasih yang murni. Dikasihi (ēgapēmenoi), bentuk pasif menunjukkan kita adalah penerima kasih Allah yang terus-menerus. Kasih sejati tidak dimulai dari perasaan manusia, tapi dari pengalaman akan kasih Allah. Jika kita mencari kasih karena haus diterima, kita akan kecewa. Tapi jika kita sadar, kita sudah dikasihi Allah, kita dapat mengasihi tanpa pamrih. Martin Luther menegaskan bahwa kasih sejati bukanlah hasil usaha manusia, melainkan buah dari iman yang hidup; kasih tidak mencari keuntungan diri, melainkan melayani seperti Kristus telah lebih dulu mengasihi kita. Dengan demikian, relasi yang sejati, penuh kasih dan kehidupan hanya mungkin terwujud ketika Kristus menjadi pusat dan sumber dari setiap hubungan kita.

2. Kasih Sejati harus dipraktikkan (ay. 12–13). “Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran...” Paulus memakai kata “kenakanlah” (endysasthe), ini gambaran tentang berpakaian. Kasih bukan sekadar konsep atau teori, tetapi sesuatu yang dipraktikkan setiap hari. Kelima karakter ini mencerminkan karakter Kristus yang hidup di dalam diri kita, yaitu belas kasihan– empati dari hati yang dalam, bukan sekadar simpati dangkal. Kemurahan– kebaikan yang aktif, mencari cara untuk menolong. Kerendahan hati– lawan dari kesombongan postmodern; menganggap orang lain lebih utama. Kelemahlembutan– kekuatan yang terkendali, bukan kelemahan. Kesabaran– kemampuan menanggung tanpa membalas. Paulus menambahkan: ampunilah seorang akan yang lain... sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu.” Kasih sejati diuji bukan saat semuanya lancar, tapi ketika ada luka. Dalam keluarga, gereja, atau pertemanan, mengampuni adalah bukti kasih yang paling nyata. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita mengenal kasih Allah, jika kita menyimpan dendam terhadap sesama.

3. Kasih sejati akan mengikat dan mempersatukan (ay. 14). “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” Kata “pengikat” (sundesmos) berarti sabuk yang menahan seluruh pakaian agar tidak terlepas. Tanpa kasih, semua kebajikan lain hanya moralitas kosong. Kasih mengikat, menyempurnakan, dan mempersatukan tubuh Kristus. Kasih di sini bukan eros (romantis) atau philia (persahabatan), tetapi agape—kasih yang memberi diri tanpa pamrih. Itulah kasih Kristus di salib: rela terluka agar kita disembuhkan. Gereja yang penuh kasih bukan berarti tanpa perbedaan, tetapi perbedaan yang disatukan oleh kasih Kristus. Relasi sejati bukan tanpa konflik, tetapi konflik yang ditangani dengan kasih yang dewasa.

Dunia berkata: “Cintailah orang yang membuatmu bahagia.” Tapi Kristus berkata: “Kasihilah bahkan musuhmu.” (Mat. 5:44). Dunia mengajarkan: “Selama dia menguntungkanmu, pertahankan.” Namun Kristus mengajarkan: “Kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri.” (1 Kor. 13:5). Kasih dunia bersyarat dan emosional. Tetapi kasih Kristus rasional, spiritual dan pengorbanan. Iman Kristen bukan hanya bicara tentang keselamatan pribadi, tapi transformasi cara kita berelasi. Tanpa kasih sejati, tidak ada kehidupan sejati. Kasih sejati bukan hanya perasaan, melainkan tindakan konkret: mau mengampuni ketika disakiti, menolong tanpa pamrih, mendengar dengan empati dan tetap mengasihi meski berbeda pandangan. Kasih yang demikian bukan hanya mempererat relasi antar manusia, tetapi juga memancarkan kehidupan sejati yang bersumber dari Kristus di dalam kita. Mari kita membangun hubungan yang mencerminkan kasih Kristus dalam kehidupan sehari-hari: di rumah, tempat kerja, maupun komunitas. (SL)

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Kasih seperti apa yang dikatakan sebagai kasih sejati sebagaimana yang dimaksud oleh Paulus?

Penerapan

Bagaimana Anda secara nyata mengenakan kasih Kristus dalam sikap belas kasihan, pengampunan dan kerendahan hati terhadap orang-orang di sekitar Anda setiap hari?

SALING MENDOAKAN

Akhiri Care Group dengan saling mendoakan satu dengan yang lain.