Arsip tema sepekan

Bagikan artikel ini :

Out of Sin’s Depth, Into Redeeming Grace (Dari Kedalaman Dosa, Menuju Anugerah Penebusan)

2 Sam.12:1-14; Mzm 51:19

EKSPRESI PRIBADI

Normalisasi Dosa – Sebuah sikap yang keliru dalam menyikapi dosa. Dosa dikaburkan sedemikian rupa hingga menjadi tidak berbahaya dan dilihat bukan lagi sebagai sebuah persoalan serius. Maka, tidak heran jika tidak ada langkah pertobatan. Justru dosa yang sama diulangi kembali secara terus menerus dengan tanpa perasaan bersalah dan menganggap hal itu biasa-biasa saja. Lebih ironis lagi, menyalahgunakan kasih karunia untuk membebarkan dosa atau cheap grace. Kasih karuia ditekankan sedemikian rupa, tetapi melupakan tuntutan kekudusan dan pertobatan. Pertobatan dianggap opsional, karena pastinya Tuhan yang penuh rahmat akan mengampuni dosa kita. Dalam hal ini kasih karunia disalahgunakan sebagai alasan untuk hidup berkanjang dalam dosa dan bersikap kompromi terhadapnya. Demikian pula, kotbah yang menyinggung soal dosa dianggap tidak relevan dan terlalu keras. Tidak sesuai dengan “selera pasar,” yang lebih berminat dengan soal berkat, pemulihan, motivasi hidup dan topik-topik yang lebih lembek dan bernada hiburan, yang dapat menyenangkan telinga.

Pendek kata, normalisasi dosa adalah anestesi rohani yang membunuh tanpa rasa sakit. Sikap memandang dosa adalah biasa adalah persoalan yang sangat serius. Bagaimana sikap Anda terhadap dosa selama ini? Diskusikan dalam Care Group Anda masing-masing.  

EKSPLORASI FIRMAN

Sikap lembek terhadap dosa dilakukan pula oleh Daud. Daud yang hebat dan dikenal sebagai orang yang berkenan di hati Tuhan itu,  jatuh ke dalam rentetan dosa yang mengerikan dan berdampak kepada konsekwensi-konsekwensi yang mengerikan. Hal ini tercatat secara vulgar dalam 1 Samuel 11:1-27, mengungkapkan adegan demi adegan kejatuhan Daud ke dalam dosa. Ia jatuh dalam perzinahan Batsyeba. Demi menutupi skandalnya itu, ia melenyapkan Uria, suami Batsyeba, dengan mengirimnya ke garis pertempuran yang paling hebat. Daud berhasil menutupi dosa perzinahan dengan dosa lainnya, yaitu kemunafikan, kebohongan, kepalsuan, dan pembunuhan. Bukannya bertobat, justru Daud  tutupi dosa dengan dosa. Daud jatuh makin dalam ke dalam dosa. Namun, apa yang dilakukannya tidak bisa luput dari sorot mata Allah yang Mahakudus, “Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN.” (2 Sam 11:27).

Tuhan mengutus Natan untuk Mengkonfrontasi dosa Daud

Kisah Daud tidak berhenti di lembah kelam dalam hidupnya. Allah yang memperhatikan Daud, mengutus sahabatnya, yang memiliki ketulusan hati bernama nabi Natan untuk mengkonfrontasi dosanya. Beberapa sarjana PL berpendapat besar kemungkinan, Natan di utus dalam jarak waktu 12 bulan kemudian. Tentu ini bukan kebetulan, tetapi inilah waktunya yang paling tepat!  

Natan tidak secara langsung “menembak” dosanya secara frontal. Untuk menarik perhatian Daud, Natan menggunakan kisah untuk menyampaikan pesan utama kepada Daud. Kisahnya sederhana, mudah di tangkap namun tajam dan melucuti segala pertahanan diri dari Daud. Menyorot tindakan keterlaluan dan sewenang-wenang yang dilakukan si kaya, yang punya banyak kambing domba dan lembu sapi, tega mengambil satu-satunya anak domba betina yang dimiliki si miskin untuk disajikan sebagai hidangan untuk tamu yang datang ke rumahnya. Padahal Anak domba itu sangat berharga buat dirinya, dipelihara, di sayangi, diperlakukan seperti anak perempuan baginya. Kisah ironis tersebut menggugah emosi Daud yang memuncak dalam kemarahan yang besar terhadap si kaya. Tanpa menunggu waktu lama, ia pun menarik Daud kepada persoalan utamanya, yaitu tentang dosa yang dilakukan olehnya. Hanya dengan tiga kata: “Engkaulah orang itu!” Daud tidak berdaya. Hal ini menyadarkannya bahwa ia tidak bisa mengelabui Tuhan. Tidak ada yang sanggup lolos dari perhatian-Nya, sekalipun itu tersimpan di kedalaman batin yang paling tersembunyi. Apa yang telah Daud lakukan telah menghina Tuhan. Akibatnya Daud tidak luput dari konsekwensi berat yang harus ia tanggung.

 Kisah ini memberikan pesan kuat bahwa Daud membutuhkan Natan untuk mengkronfontasi dosanya, yang membawa dirinya satu langkah lebih dekat menuju pertobatan. Natan hadir mewakili hati Allah yang mengasihi Daud. Tujuannya bukan untuk menghancurkan dan mempermalukan Daud, tetapi justru menghadirkan “kasih karunia” Allah.  Demikian kita pun butuh sosok Natan dalam hidup kita.  Ia diutus Tuhan untuk menegur kita, menyadarkan akan dosa kita, mengingatkan, menasihati kita untuk menarik kita kepada pertobatan. Kegagalan terdalam dan paling besar adalah ketika kita mengabaikan Natan yang “bersuara keras” untuk membawa kita kepada pertobatan. Sebab sesungguhnya kita sedang mengabaikan kasih karunia Allah lewat seorang Natan yang Allah sediakan bagi kita untuk menarik kita lebih dekat kepada-Nya, menikmati anugerah pengampunan-Nya yang memulihkan.  

Totalitas pertobatan Daud – Hati yang hancur

Daud meresponi konfrontasi nabi Natan bukan dengan pembenaran diri, penyangkalan, amarah, kebohongan untuk kembali menutupi dosa masa lalunya, melainkan dengan pertobatan yang diungkapkan melalui pengakuannya, "Aku sudah berdosa kepada TUHAN.”  Mungkin malam itu merupakan malam yang sama ketika Daud menuliskan Mazmur 51. Dalam refleksi rohaninya itu, Daud mengungkapan lebih dalam akan pertobatannya yang “berpangkal pada hatinya yang hancur!” Daud memang tidak sempurna. Tetapi ia memiliki hati yang hancu, yang membawanya kepada totalitas pertobatan. Hati yang demikianlah, yang disenangi oleh Tuhan sebagai korban yang berkenan di hadapan-Nya, “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.”

Hati yang hancur adalah hati yang menyesali dosa-dosanya (ay. 4-6). Seperti yang Daud ungkapkan dalam Mazmurnya, “Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat, supaya ternyata Engkau adil dalam putusan-Mu, bersih dalam penghukuman-Mu.” Daud menyesali dosa-dosanya karena telah melukai hati Tuhan.   

Hati yang hancur membuat Daud menyadari akan kebutuhan belas kasihan Tuhan, “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar!” (ay. 3) Daud memulai Mazmurnya dengan permohonan kasih karunia Allah untuk pengampunan dosanya. Sebab inilah yang paling mendasar dalam pertobatan. Daud menyadari betul bahwa tanpa kebaikan Tuhan, tanpa rahmat Tuhan, tanpa kasih setia-Nya, tidak akan pernah ada pengampunan. Maka, pertobatan sejati harus dilakukan dengan langkah kerendahan hati memohon belas kasihan Allah.

Hati yang hancur selalu merindukan pemulihan. Daud memohon, “Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!” (ay. 12-13). Daud merindukan pemulihan relasi dengan Tuhan. Sebab dosa telah membuang dirinya dari hadapan Tuhan. Ia kehilangan apa yang paling penting dalam hidupnya. Itulah sebabnya, Daud memohon agar batinnya diperbarui, sebab dengan itu, ia bisa berelasi kembali dengan Tuhan. Tuhan merindukan kedalaman, pembaruan batiniah yang memancar keluar (inside out), bukan sekadar luarnya saja tampak bertobat sebagai luapan emosi sesaat atau sebagai ritualitas keagamaan, bukan sekadar di mulut saja mengakui segala dosanya. Tuhan menuntut hati yang diperbarui, yang hanya sanggup dikerjakan oleh Tuhan sendiri karena kasih karunia-Nya.

Kisah Tentang Kasih Setia Allah.

Kisah pertobatan Daud, bukan berpusat pada Daud itu sendiri yang tidak setia, namun ia mengakui dan menyesali dosanya dan bertobat setelah ditegur oleh Natan. Tetapi Allah itu sendiri yang menjadi aktor dan pusat utama dibalik kisah ini. Allah tidak menarik kesetiaan-Nya kepada Daud yang tidak setia. Allah yang penuh rahmat, menyatakan kasih karunia-Nya menarik Daud dari lubang dosa yang paling dalam kepada pertobatannya. Sehingga Daud menikmati kasih karunia pengampunan dan pemulihan Allah.

Kisah ini seharusnya membawa kita berfokus pada salib Kristus. Disanalah dosa kita berjumpa dengan kasih karunia Allah. Kristus menanggung dosa kita sepenuhnya, sehingga kita mengalami penebusan dan pengampunan.  Hal ini memberikan jaminan bahwa di dalam Kristus ada pengampunan. Jika Tuhan sangat serius untuk menarik kita dari kedalaman dosa kepada kasih karunia penebusan melalui salib, mengapa kita bersikap biasa-biasa saja dengan dosa, dan menormalisasikannya? Mengapa kita masih bermain-main dengan dosa? Mengapa kita berpikir, dosa saya terlampau besar untuk diampuni, pasti Tuhan benci saya! Ingat, sekarang selalu menjadi waktu yang terbaik, untuk melangkah menuju pertobatan.     (DA)

APLIKASI KEHIDUPAN

Pendalaman

Apa alasan utama Anda harus bertobat saat mengalami kejatuhan di dalam dosa apapun?

Penerapan

Langkah apa yang Anda harus lakukan untuk mengalami pertobatan?

SALING MENDOAKAN

Akhirilah Care Group Anda dengan saling mendoakan satu dengan yang lain