Yefta 2.0
Hakim-hakim 21:1-15
Lebih banyak harapan bagi orang dungu, daripada bagi orang yang berbicara tanpa berpikir dahulu.
- Amsal 29:20 (BIS)
Kita telah membaca kisah Yefta yang kehilangan anak perempuannya karena terlalu cepat mengambil nazar (Hak. 11:29-40). Di bagian ini, kita melihat bagaimana kisah serupa terjadi, hanya dalam skala lebih besar.
Dalam persepakatan untuk melawan suku Benyamin di Mizpa pada pasal sebelumnya, kesebelas suku telah bersumpah dua hal: (1) tidak akan menikahkan anak perempuannya kepada seorang Benyamin (ay. 1), dan (2) menghukum mati siapa pun yang tidak mengirim utusan untuk datang ke Mizpa (ay. 5). Kini, seperti Yefta, mereka menyadari kebodohan sumpah mereka. Sumpah mereka yang pertama akan membuat suku Benyamin habis karena tidak bisa beranak-cucu. Sumpah mereka yang kedua menyebabkan mereka melakukan genosida terhadap sebuah kota, yakni Yabesh-Gilead.
Aneh sekali, bukan? Pertama, ingat bahwa mereka memerangi suku Benyamin karena orang-orang Gilead memperlakukan seorang wanita, yakni gundik si orang Lewi, dengan tidak baik (Hak. 19:25-26). Kini, mereka sendiri yang melakukan tindakan tidak baik terhadap lebih banyak wanita. Kedua, ingat bahwa mereka enggan melaksanakan perintah Tuhan untuk menumpas orang-orang Kanaan (Hak. 1). Kini, mereka malah semangat menumpas saudara-saudara sebangsa yang tinggal di Yabesh-Gilead. Sesungguhnya, kesebelas suku tersebut tidak lebih baik daripada suku Benyamin!
Itulah akibat dari sumpah yang bodoh dan tidak dipikirkan dahulu. Tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga mencederai integritas sendiri. Anehnya, kita pun sering melakukannya. Kita tanpa berpikir menyatakan sesuatu bahkan berjanji. Kita menjanjikan, “Kamu akan naik jabatan kalau membantuku mengerjakan proyek ini,” padahal kita tidak punya wewenang untuk memberikan promosi. Pada akhirnya, kita harus menjilat ludah sendiri. Lebih-lebih kalau harus mengingkari janji kita.
Amsal berkata bahwa masih lebih baik orang bodoh daripada orang yang terlalu cepat bicara, sebab setidaknya masih ada harapan untuk mengajar orang bodoh sehingga ia berubah. Tetapi orang yang terlalu cepat bicara? Begitu ditegur sedikit saja, pasti akan menyela dan menyanggah dahulu.
Setiap perkataan Anda memiliki bobot dan kekuatan. Semakin sering Anda ingkar janji, semakin perkataan Anda tidak ada artinya. Kalau sudah demikian, Anda tidak akan ada bedanya dengan “tong kosong nyaring bunyinya”!
Refleksi Diri:
- Apakah Anda cenderung berbicara sebelum berpikir? Ataukah Anda berpikir dulu baru berbicara? Apa yang menyebabkan Anda memiliki kecenderungan demikian?
- Apakah Anda pernah membuat janji kepada orang lain yang rupanya tidak bisa Anda penuhi? Bagaimana respons orang tersebut?