Ramah Tamah
Hakim-hakim 19:11-21
Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain.
- Efesus 4:32a
Susah menjadi orang baik zaman sekarang. Perbuatan baik kita seringkali disalahgunakan, bahkan terkadang dimanfaatkan. Lebih celakanya lagi, acap kali orang-orang jahat berusaha memakai kebaikan kita justru untuk menjebak kita. Anda tentu sering mendengar kisah serupa tentang orang yang menolong seorang anak yang terpisah dari orangtuanya dengan mengantarkannya kepada mereka, tetapi ternyata ia dibawa anak tersebut ke tempat di mana perampok dan begal telah menantinya.
Jadi, Anda mungkin bingung membaca bagian ini. Bagaimana mungkin orang tua itu bisa mempersilakan orang-orang asing bermalam di rumahnya (ay. 20-21)? Tidakkah ia takut kalau-kalau ini adalah tipuan perampok untuk masuk ke rumahnya?
Masyarakat timur tengah kuno pada masa itu memiliki budaya keramahtamahan yang luar biasa. Adalah kewajiban masyarakat dari suatu kota untuk memastikan bahwa tidak ada pendatang yang tidur di pinggir jalan. Itulah yang dilakukan si orang tua. Jadi, justru orang-orang Gibea yang tidak mengajak mereka bermalam (ay. 15) adalah orang-orang yang tidak tahu sopan-santun.
Di masa kini, tentu keramahtamahan yang dilakukan si orang tua tidak bisa diteladani mentah-mentah. Dengan banyaknya hotel dan penginapan, keramahtamahan seperti ini menjadi mubazir. Namun yang terpenting, boro-boro memberikan tumpangan kepada orang asing, menyapa mereka saja tidak bisa! Di gereja, bagaimana sikap kita sebagai tuan rumah ketika ada jemaat baru? “Ah, itu kan tugas tim penyambutan (usher). Aku hanya jemaat biasa.” Di tempat kerja, apakah Anda membantu rekan kerja baru untuk beradaptasi dengan tugas-tugasnya atau cenderung acuh tak acuh? “Ah, aku juga sama-sama pegawai sepertinya, bukan manajer atau atasan.”
Entahkah kita jemaat biasa atau pegawai biasa, adalah kewajiban kita untuk menunjukkan keramahan kepada orang-orang yang baru. Sebab, dalam situasi ini, suka tidak suka kita adalah tuan rumah. Ditambah lagi, kalau kita yang berada di posisi orang baru tersebut, kita pun ingin disambut dengan hangat, bukan? Ditambah lagi, tidak ada ruginya menambah teman baru, bukan? Ditambah lagi, kita senang melihat ada saudara baru di gereja kita atau rekan yang membantu di pekerjaan kita, bukan? Ditambah lagi, ini adalah perintah dari Tuhan sendiri, bukan?
Lihat, begitu banyak hal positif yang datang dari keramahtamahan yang sederhana. Maukah kita melakukannya?
Refleksi Diri:
- Apakah Anda pernah menerima keramahtamahan ketika menjadi orang asing di sebuah lingkungan baru? Bagaimana perasaan Anda ketika menerima keramahan tersebut?
- Apakah ada orang baru di lingkungan kerja atau gereja Anda? Hal sederhana apa yang dapat Anda lakukan untuk menunjukkan keramahan kepadanya?