Bagikan artikel ini :

Pemimpin Atau Penindas?

Hakim-hakim 8:4-17

Seorang pemimpin yang tidak mempunyai pengertian keras penindasannya,
- Amsal 28:16a

Gideon tidak hanya menghadapi oposisi dari orang-orang Efraim, kini ia harus berhadapan dengan orang-orang Sukot dan Pnuel yang tidak mau menolongnya dengan memberi sedikit bantuan makanan. Mereka menjawab dengan sombong, “Heh, emang kamu sudah menangkap dua raja Midian itu? Kalau belum, ngapain kami beri kamu makan?” Sangat manusiawi sekali Gideon menjadi emosi dan bersumpah akan membalas penghinaan tersebut jika berhasil mengalahkan Zebah dan Salmuna. Akhirnya, Gideon melakukannya. Ia menyiksa orang-orang Sukot dengan duri dan onak (ay. 16) dan merobohkan Menara Pnuel (ay. 17).

Patut disayangkan Gideon membiarkan emosi menguasainya sehingga bertindak sok jago dan berlaku keras. Ini sangat berbeda dari sikap Gideon sebelumnya terhadap orang-orang Efraim yang kita baca di renungan kemarin.

“Yah, maklumlah Gideon seperti itu,” Anda berempati. “Gideon menang, tetapi tidak ada yang berterima kasih. Sudah begitu, malah dikritik orang-orang Efraim. Sekarang, saat ia minta tolong, bukannya dibantu malah direndahkan. Manusiawi sekali kalau ia marah.” Ya, memang tindakannya sangat manusiawi. Namun, tindakan manusiawi ini tetap saja tidak bisa dibenarkan. Gideon tidak bersikap seperti ini kepada orang-orang Efraim karena tahu ia tidak mungkin menang melawan mereka. Sedangkan kepada orang-orang Sukot dan Pnuel yang lebih kecil, ia berani sok jago.

Ketika menjadi seorang pemimpin, kita mudah sekali untuk bersikap tidak adil. Ketika berhadapan dengan rekan yang sangat kita butuhkan atau cukup tinggi kedudukannya, kita bersikap lebih bijak dan mengekang emosi. Namun, ketika berhadapan dengan mereka yang lebih rendah kedudukannya, kita bertindak semena-mena karena tahu mereka tidak bisa apa-apa selain terima nasib. Kita hanya berani marah-marah, memaki, dan menggumbar emosi kepada yang lebih lemah. Ini namanya penindasan.

Seorang pemimpin yang berkenan di mata Tuhan adalah pemimpin yang dapat bersikap bijaksana dan tidak emosional kepada semua orang, mulai dari manajer sampai tukang parkir, mulai dari penatua dan hamba Tuhan sampai kepada cleaning service gereja. Jika kita hanya bisa mengekang emosi kepada orang-orang tertentu dan mengumbarnya kepada yang lain, kita sesungguhnya bukan pemimpin. Kita adalah penindas.


Refleksi Diri:

  • Siapa orang-orang yang biasanya Anda berlaku emosional terhadap mereka? Kapan Anda bersikap demikian dan mengapa?
  • Apa langkah praktis yang dapat Anda lakukan untuk menjadi orang yang lebih berhikmat dalam mengendalikan emosi?