Bagikan artikel ini :

Mengonfrontasi Yang Bersalah

Hakim-hakim 20:1-14

Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia.
- Lukas 17:3

Anda yang pernah menjadi pemimpin Care Group atau komsel, tentunya mengerti bahwa salah satu hal tersulit adalah mengonfrontasi anggota yang telah berdosa, apalagi kalau kesalahannya dilakukan terhadap sesama anggota kelompok. Menegur dan melakukan konfrontasi sangat sulit sehingga kita memilih cara teraman dan ternyaman: meluncurkan perang dingin, silent treatment, dan mengucilkan orang tersebut.

Di bagian ini, kita melihat dua tindakan yang diambil sebelas suku Israel dalam menghadapi suku Benyamin yang telah melakukan dosa mengerikan. Pertama, mereka menyepelekan dosa juga berkompromi dengan dosa dan orang-orang Gibea (ay. 8-11). Bukankah ini sering kita lakukan ketika menghadapi seorang rekan yang telah berbuat dosa kepada rekan lainnya? Seringkali kita menyepelekan kesalahan orang yang bersalah dan mengatakan kepada si korban, “Sudahlah. Itu kan hanya hal kecil. Kamu harus belajar mengampuni.” Ini bukan cara mendamaikan yang benar. Ini namanya kompromi dengan kebenaran.

Kedua, meski kesebelas suku telah memutuskan akan memerangi orang-orang Gibea, mereka tidak lantas mengerahkan pasukan. Mereka mula-mula mengirimkan utusan untuk menanyakan situasi dan alasan mereka melakukan (ay. 12). Mereka menuntut agar orang-orang yang bersalah saja yang dihukum, dengan demikian menghindari perang berkepanjangan (ay. 13). Sekali lagi, bukankah ini yang sering kita lakukan? Ketika sudah memutuskan seseorang bersalah, kita lebih sering mencari informasi kenapa orang itu melakukannya, tetapi kemudian mendiamkan dan memusuhinya diam-diam. Kita tidak berani datang kepada orang tersebut untuk mengonfrontasi dan menegur ia akan kesalahannya.

Sayang sekali konfrontasi orang-orang Israel gagal (ay. 13b-14). Namun prinsipnya tetap berlaku, yakni menegur dan mengonfrontasi orang yang berdosa. Ya, mengonfrontasi orang membutuhkan keberanian, kedewasaan, bahkan waktu dan energi ekstra. Tak hanya itu, ada kemungkinan bahwa konfrontasi tersebut gagal, yakni justru orang yang bersangkutan kini memusuhi kita. Namun, inilah yang Tuhan Yesus kehendaki kita lakukan (Luk. 17:3).

Saya pikir, kita semua ingin diperlakukan demikian ketika kita bersalah, bukan? Kita tidak mau orang tahu-tahu memusuhi kita tanpa alasan. Kita ingin orang lain menyatakan kepada kita apa kesalahan kita yang menyebabkan mereka marah dan terluka. Jika demikian, tidakkah kita seharusnya melakukan yang sama kepada orang lain?


Refleksi Diri:

  • Apakah ada orang yang saat ini sedang Anda musuhi karena ia telah berbuat suatu kesalahan? Jika iya, pernahkah Anda mengonfrontasi ia sebelumnya?
  • Bagaimana cara Anda mengonfrontasi orang yang bersalah, tetapi tetap dengan kasih sehingga orang tersebut bertobat?