Bagikan artikel ini :

Yang Najis Disembuhkan-Nya

Imamat 13:24-46

Orang yang sakit kusta harus berpakaian yang cabik-cabik, rambutnya terurai dan lagi ia harus menutupi mukanya sambil berseru-seru: Najis! Najis!
- Imamat 13:45

Saya pernah mengunjungi sebuah rumah sakit kusta di Singkawang. Pengalaman berkunjung tersebut masih membekas di hati saya. Saya melihat betapa beratnya penderitaan mereka yang hidup dengan penyakit kusta. Mereka terisolasi bukan hanya secara fisik, tetapi juga sosial, terputus dari keluarga dan komunitas. Kondisi fisik mereka menyedihkan—tubuh lemah, wajah penuh luka—serta kesepian dan tertekan karena stigma yang harus mereka tanggung setiap hari. Kehidupan seolah terhenti, dikelilingi oleh “tembok-tembok” yang memisahkan mereka dari dunia luar.

Dalam Imamat 13:24-46, seorang imam memiliki tanggung jawab besar untuk memeriksa apakah seseorang terjangkit penyakit kusta atau hanya penyakit kulit biasa. Jika penyakit itu kusta, konsekuensinya berat seperti yang tertulis di ayat 45. Mereka yang mengidap kusta harus mengenakan pakaian yang tercabik-cabik dan rambutnya diurai agar mudah dikenali jika berpapasan dengan orang lain. Ia juga harus menutupi wajahnya dan berseru, “Najis! Najis!”—mengakui keterpisahannya, baik secara fisik maupun spiritual. Pada masa itu, kusta sering dilihat sebagai gambaran dari konsekuensi dosa, di mana kenajisan fisik mencerminkan keterpisahan spiritual dari Allah.

Namun, dalam Injil Lukas 17:12-13, kita melihat bagaimana Yesus tidak menghindari orang-orang yang sakit kusta, yaitu mereka yang dianggap najis dan berdosa. Sebaliknya, Dia mendekati, menyentuh, dan menyembuhkan mereka (Mat. 8:1-3; Mrk. 1:40-42; Luk. 5:12-13). Yesus adalah solusi bagi kenajisan kita. Dia tidak takut menjadi najis. Sebaliknya, Dia menyentuh kenajisan kita dan menjadikannya tahir. Melalui tindakan-Nya, Yesus menunjukkan bahwa kasih-Nya mampu memulihkan dan membawa kita kembali ke dalam persekutuan dengan Allah.

Sebagai orang Kristen, kita diajak untuk meneladani kasih Yesus dengan mendekati dan membawa pemulihan bagi mereka yang terpinggirkan atau dianggap “najis” oleh masyarakat. Mari kita menjadi saluran kasih-Nya, membawa terang dan harapan bagi mereka yang terisolasi dan terabaikan.


Refleksi Diri:

  • Bagaimana respons Anda terhadap kasih Yesus yang mendekati dan menyentuh mereka yang dianggap “najis” dan terbuang oleh masyarakat?
  • Apa saja area-area dalam hidup yang perlu Anda biarkan Yesus sentuh dan pulihkan dari ”kenajisan” dan keterpisahan dengan Allah?