Perempuan = Properti?
Hakim-hakim 19:1-10
Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.
- 1 Petrus 3:7
Anda mungkin bosan membaca kisah hari ini. Kenapa bukan drama pertengkaran si orang Lewi dengan gundiknya yang diceritakan detail, melainkan bujukan berkali-kali ayah mertua kepada menantunya untuk tinggal lebih lama lagi di rumahnya?
Untuk mengetahui jawabannya, kita perlu menganalisis kisah ini. Si gundik berlaku serong (ay. 2). Mayoritas ahli biblika berpendapat bahwa berlaku serong di sini bukanlah perselingkuhan, melainkan percekcokan biasa sebab perselingkuhan dalam hukum Taurat dihukum dengan rajam batu. Hal ini tidak terjadi pada si gundik. Ia bahkan ditampung kembali oleh ayahnya selama empat bulan. Suaminya kemudian datang untuk menjemput si gundik. Perlu diingat bahwa pada zaman itu, perempuan hanya dipandang sebagai properti laki-laki dan inilah alasan mengapa mertuanya menahannya untuk tetap tinggal.
Bayangkan jika Anda adalah si mertua. Anak perempuan yang Anda sayangi cekcok dengan suaminya dan pulang ke rumah. Bagaimana masa depannya sekarang? Kalau ia diceraikan, sangat sulit untuk mendapatkan suami. Di dalam masyarakat yang memandang rendah perempuan, anak Anda yang janda akan sulit memiliki kehidupan yang layak karena tidak ada suami yang memeliharanya. Namun, kalau Anda mengembalikannya kepada menantu Anda, entah apa yang akan ia lakukan terhadap anak perempuan Anda untuk balas dendam. Ingat, anak perempuan Anda hanyalah properti suaminya, bebas untuk diperlakukan seperti apa pun. Jadi, solusi si mertua adalah menyenangkan si menantu supaya anak perempuannya tidak dijahati sepulangnya mereka nanti.
Anda yang wanita tentunya menghela nafas lega. Puji Tuhan kita tidak lagi hidup dalam dunia seperti itu. Ketika Alkitab menceritakan kisah ini, bukan berarti Alkitab menyetujuinya. Sebaliknya, Alkitab hendak menunjukkan bahwa salah satu tanda kebobrokan moralitas dan spiritualitas sebuah masyakarat adalah seberapa rendah mereka memandang wanita dan peranan istri dalam keluarga. Bagi orang-orang Israel saat itu, perempuan hanyalah kaum yang lemah, serta dilihat hanya seperti objek benda.
Bagaimana dengan masyarakat yang spiritualitasnya baik? Seperti perkataan Rasul Petrus di atas, suami-suami dapat menghormati istrinya meski lebih lemah secara fisik karena para suami ini tahu istrinya pun setara dengannya, yakni sama-sama pewaris kasih karunia.
Refleksi Diri:
- Sebagai pria, pernahkan Anda menunjukkan penghargaan kepada wanita-wanita di sekitar Anda (istri, ibu, saudari, dst.)? Apa hal sederhana yang dapat Anda lakukan untuk menunjukkan penghargaan terhadap mereka?
- Sebagai wanita, apa yang dapat Anda lakukan untuk menolong dan mendukung pria-pria di sekitar Anda (suami, ayah, saudara, dst.)?