Demi "Cinta"
Hakim-hakim 3:5-6
Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?
- 2 Korintus 6:14
Kita melihat di renungan kemarin, mengapa bangsa Israel pada akhirnya jatuh ke dalam penyembahan berhala, yakni karena bangsa-bangsa asing di sekeliling yang Tuhan biarkan hidup untuk menguji kesetiaan Israel. Di renungan hari ini, kita melihat bagaimana Israel gagal melewati ujian tersebut.
Rupanya sederhana sekali: mereka menikah dengan orang-orang asing, sesuatu yang jelas-jelas dilarang oleh Tuhan (Ul. 7:3). Apakah Tuhan mengajarkan orang Israel untuk rasis? Sama sekali tidak! Masalahnya bukan ras atau suku bangsanya, melainkan keyakinannya! Rahab, misalnya, adalah wanita asing. Namun, Rahab dapat menikahi orang Israel dan pada akhirnya menjadi nenek moyang Tuhan Yesus (Mat. 1:5) karena ia telah meninggalkan dewa-dewa sesembahannya dan percaya kepada Allah Israel (Yos. 2:9-11). Sebaliknya, jika yang dinikahi adalah orang yang masih menyembah dewa-dewa palsunya, ia akan memengaruhi pasangannya untuk ikut menyembah dewa-dewa tersebut dan meninggalkan Tuhan (Kel. 34:16; Ul. 7:4). Inilah yang akhirnya menimpa Israel, mereka meninggalkan Tuhan akibat kawin campur.
Kawin campur adalah salah satu hukum paling keras dan sering ditekankan dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Baru. Anehnya, ini pula peraturan yang dengan mudahnya dilanggar. Mengapa? “Cinta ‘kan tidak boleh dilarang?” “Agamaku kutinggalkan demi cinta.” Mendengar kata-kata seperti itu, rasanya ingin muntah.
Celakanya, dalam pelayanan saya di gereja selama ini, begitu sering saya menghadapi kasus demikian. Suatu kali, seorang gadis berpacaran dengan pria dari agama seberang. Ia kemudian pindah keyakinan, bahkan sampai diwawancarai yang kemudian ditayangkan di Youtube. Dalam video tersebut, ia mengklaim menemukan banyak kesalahan dalam Alkitab dan iman Kristen secara keseluruhan. Beberapa bulan berselang, pacarnya rupanya berselingkuh dan meninggalkannya. Dalam keadaan seperti itu, ia menangis-nangis dan ingin menjadi Kristen lagi. Untung saya bukan Tuhan. Kalau saya Tuhan, sudah pasti orang seperti itu saya laknati.
Jika kita meninggalkan Tuhan demi pria atau wanita tertentu, pasti itu bukan cinta sejati. Mungkin nafsu, mungkin terdesak tuntutan sosial dan keluarga, mungkin kebutuhan finansial, dan sebagainya. Mengapa Karena di luar Tuhan, tidak ada cinta sejati.
Refleksi Diri:
- Apakah ada orang yang Anda kenal sedang menjalani hubungan pacaran dengan pasangan yang berbeda iman? Jika ya, bagaimana cara Anda dapat mengingatkannya?
- Bagaimana hubungan Anda dengan pasangan membuat Anda makin bertumbuh secara spiritual?