Bagikan artikel ini :

Dari Telinga Turun Ke Hati

Amsal 16:23-24

Perkataan yang menyenangkan adalah seperti sarang madu, manis bagi hati dan obat bagi tulang-tulang.
- Amsal 16:24

Seorang gadis berusia 22 tahun mengalami depresi parah dan memutuskan untuk bunuh diri. Karena tidak ingin keluarga dan teman-temannya menyalahkan diri mereka karena tindakan bunuh dirinya, ia menyewa jasa seorang pembunuh bayaran untuk berpura-pura menjadi perampok yang kemudian membunuhnya dalam aksi tersebut. Yang tidak disangka-sangka adalah bukannya menerima pekerjaan itu, pembunuh bayaran tersebut merasa kasihan kepada kliennya yang masih muda. Gadis itu sebenarnya cukup sukses dalam bidangnya dan memiliki masa depan cerah. Jadi, si pembunuh bayaran malah mencoba menguatkannya, memberinya pengharapan, dan menyuruhnya tidak menyianyiakan hidup. Ia kemudian memberi waktu dua bulan kepada si gadis untuk berpikir. Jika keputusannya tidak berubah dalam dua bulan maka mereka akan menjalankan rencana tersebut. Pada akhirnya, gadis itu tidak pernah menghubunginya lagi. Bahkan, gadis tersebut, Angelina Jolie, benar-benar memiliki masa depan cerah! Ia menjadi salah satu aktris paling terkenal dan membagikan kisah ini dalam sebuah wawancaranya.

Itulah keadaan manusia masa kini: angka bunuh diri dan tingkat depresi yang sangat tinggi, khususnya di kalangan anak muda. Padahal, apa yang sesungguhnya dibutuhkan di masa kini? Sederhana saja: kata-kata yang menguatkan! Sebaris kata-kata penuh kepedulian dari seorang asing, sebuah sapaan, sebuah pujian yang tulus, terdengar sampai di telinga saja. Namun, hal-hal sederhana ini cukup untuk memberikan semangat hidup bagi banyak orang yang sedang terpuruk. Bagaimana bisa? Karena kata-kata indah tidak hanya berhenti di telinga, tetapi turun ke hati.

Sayang sekali, kita di masa ini lebih mudah mengkritik, menjatuhkan, menggosip, bahkan merendahkan orang lain. Seorang tukang bisa membunuh mandornya karena si mandor terus-terusan menghinanya di depan banyak orang. Kalaupun tidak mengucapkan perkataan sia-sia, kita cenderung tidak peduli. Tidak ada lagi saling sapa. Semua hal menyedihkan ini tidak hanya terjadi di luar sana, tetapi bahkan di dalam gereja.

Apa susahnya sih mengucapkan kata-kata yang menyenangkan? Toh melontarkan hinaan maupun kata-kata menguatkan, sama-sama membuang energi. Lebih baik kata-kata yang membangun. Anda mungkin saja bisa menyelamatkan seseorang!


Refleksi Diri:

  • Berapa persen dari total kata-kata yang Anda ucapkan yang bersifat positif (menyapa, menghibur, menunjukkan apresiasi, memuji, dst)? Dan berapa persen yang negatif (mengkritik, menjatuhkan, marah-marah, menghina, dst)?
  • Apa hal-hal praktis yang dapat Anda lakukan untuk membiasakan diri mengucapkan perkataan-perkataan yang menguatkan?