Bukan Tanganku Yang Menyelamatkan Aku
Hakim-hakim 7:1-8
Supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.
- 1 Korintus 1:29
Anda tentu sering mendengar kisah-kisah sejarah heroik mengenai sekelompok pasukan yang berjumlah kecil, tetapi mampu menang atas pasukan yang jauh lebih besar. Sekilas baca, kisah Gideon melawan orang Midian sepertinya tidak ada bedanya dengan kisah-kisah heroik tersebut. Namun, bagian yang kita baca hari ini secara mendetail menjelaskan mengapa kisah Gideon sama sekali berbeda.
Orang-orang Israel yang tergabung dengan Gideon tidak sedikit jumlahnya, yakni 32.000 orang. Atas perintah Tuhan, Gideon menyuruh orang-orang yang takut dan gentar untuk pulang, sehingga angka 32.000 turun menjadi 10.000 orang (ay. 3). Tuhan mengatakan bahwa angka ini masih terlalu besar sehingga melakukan seleksi ulang (ay. 4-5). Kini, hanya tiga ratus orang yang tersisa.
Bayangkan jika Anda menjadi Gideon. Tuhan dengan sengaja membuat wibawa tentara Israel turun di hadapan orang-orang Midian dengan mengurangi jumlah mereka hingga hanya tersisa tiga ratus orang. Sungguh pasukan yang menggelikan. “Apa tidak salah, Tuhan?” Anda mungkin bertanya-tanya kepada Tuhan. Namun, Tuhan memiliki alasan kuat, yakni supaya orang Israel tidak “memegah-megahkan diri terhadap Aku, sambil berkata: Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku” (ay. 2).
Kadang kala, hal serupa terjadi dalam kehidupan pelayanan kita. Misalnya, gereja Anda akan mengadakan sebuah acara. Namun, mendekati hari-H, selalu saja ada masalah: anggaran yang kurang, peralatan dan perlengkapan yang tiba-tiba rusak atau bermasalah, pembicara tiba-tiba jatuh sakit, miskomunikasi, dan sebagainya. Sepertinya acara tersebut akan gagal. Namun anehnya, dengan segala keterbatasan, Tuhan memakai acara tersebut untuk memberkati banyak orang. Mengapa Tuhan melakukannya? Sama seperti yang terjadi dengan Gideon, yakni supaya kita tidak mengatakan, “Tanganku sendirilah yang menyelamatkan aku.”
Sebagaimana keselamatan tidak bergantung pada perbuatan baik dan usaha kita melainkan pada karya Tuhan Yesus saja, demikianlah seluruh kehidupan bergereja dan pelayanan kita pun seharusnya hanya mengandalkan-Nya semata. Tidak seharusnya ada kesombongan dan ego dalam diri pelayan Tuhan karena tubuh Kristus tidak mengandalkan kepandaian, kekayaan, dan kehebatan-kehebatan dari manusia.
Ketika Tuhan memanggil kita menjadi pelayan-Nya, bukannya karena Dia tidak bisa apa-apa tanpa kita. Sebaliknya, Tuhan sedang memberikan hak istimewa, sebuah kehormatan bagi kita yang serba terbatas ini untuk boleh berbagian dalam pekerjaan-Nya.
Refleksi Diri:
- Apakah terpikir dalam kehidupan pelayanan Anda, bahwa gereja/lembaga ini tidak bisa apa-apa tanpa aku? Mengapa dan bagaimana seharusnya Anda bersikap?
- Bagaimana kondisi pelayanan dalam gereja Anda? Apakah banyak yang dikuasai ego dan merasa dirinya paling penting dalam melakukan pelayanan?