Bukan Karena Mukjizat
Hakim-hakim 2:6-9
Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.
- Roma 10:17
Saya sering bertemu orang ateis (dan bahkan orang Kristen juga) yang ingin melihat Tuhan menyatakan mukjizat-Nya. Kadang-kadang diiringi janji-janji lebay, “Kalau Tuhan melakukan mukjizat, aku sampai keturunanku ketujuh akan tetap setia beriman kepada Tuhan!”
Oh, ya? Coba kita lihat orang-orang Israel. Bagian yang kita baca merupakan kilas balik keadaan rohani orang-orang Israel sebelum Yosua mati. Ketika Yosua masih hidup, berikut para tua-tua yang berumur lebih panjang dari Yosua, bangsa Israel “beribadah kepada TUHAN”. Mengapa? Karena mereka “telah melihat segenap perbuatan yang besar, yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel” (ay. 7b). Dengan kata lain, mereka melihat mukjizat-mukjizat yang menghebohkan.
Namun, bagaimana keadaan bangsa Israel sesudah itu? Jangankan tujuh turunan, baru berganti satu keturunan saja mereka sudah menjadi suam-suam kuku dan dengan tidak sepenuh hati mengikuti-Nya, seperti yang kita baca di bagian-bagian sebelumnya. Apa yang bisa kita simpulkan? Artinya, mukjizat memang dapat memperkenalkan Tuhan kepada orang-orang yang tidak percaya. Namun, jika hanya mengandalkan mukjizat maka iman tersebut tidak akan bertahan lama. Buktinya? Lihat saja di sepanjang Alkitab. Ada tiga masa dimana mukjizat begitu sering terjadi: (1) masa Musa dan Yosua, (2) masa Elia, dan (3) masa Tuhan Yesus. Meski ada orang-orang yang bertobat dan tetap beriman sampai akhir, mayoritas tidak bertahan lama. Pada masa Tuhan Yesus, sebagian besar orang-orang Yahudi tidak bertobat, malah memusuhi pengikut-Nya. Pada masa Elia, Ahab dan segenap umat Israel tidak bertobat, sampai pada akhirnya seabad kemudian seisi Kerajaan Israel Utara dibuang ke Asyur. Pada masa Musa dan Yosua, seperti yang kita telah pelajari, iman mereka tidak bertahan lama.
Jadi, apa yang membuat iman seseorang dapat bertahan lama kalau bukan mukjizat? Paulus memberikan jawabannya di ayat emas: pendengaran akan firman Kristus. Pendengaran di sini bukan sekadar belajar teologi dan mengisi keingintahuan intelektual kita, melainkan merenungkan firman Tuhan dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, bukan oleh mukjizat, melainkan oleh mendengarkan dan menaati firman Tuhan-lah iman seseorang akan bertumbuh!
Sayangnya, berbeda dengan mukjizat, mendengarkan dan menaati firman Tuhan bukanlah sesuatu yang menghebohkan dan akan menjadi konten viral. Namun, itulah resep agar iman kita tetap teguh.
Refleksi Diri:
- Apakah Anda termasuk orang yang suka mendengar kisah-kisah mukjizat, bahkan mengharap-harapkan mukjizat tersebut? Mengapa?
- Apakah Anda pernah mengalami iman dikuatkan dan bertumbuh karena hidup dalam ketaatan? Bagaimana perasaan Anda saat itu?